Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Begini Rasanya Dikarantina

Diperbarui: 12 Maret 2020   19:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: tjiptadinata effendi / wollongong public hospital

Pengalaman Pribadi Sebulan di Karantina di Negeri Orang

Kosa kata "karantina" akhir-akhir ini ikut menjadi trend dengan menumpang ketenaran si Malaikat Maut Corona. Hampir pasti, bahwa sebagian besar dari masyarakat belum pernah mengalami bagaimana rasanya dikarantina itu. 

Karena itu, hanya dapat membayangkan bahwa pasien yang awalnya tersangka terpapar virus corona setelah diperiksa dan dinyatakan positif tertular coronavirus langsung dicekal dan dikarantina, yakni ditempatkan di ruang isolasi. 

Nah, saya tidak ada hubungan dengan miss Corona, tapi terserang infeksi paru yang parah, akibat accident dan luka di paru-paru mengalami infeksi. Setiap kali batuk, darah segar keluar dari mulut saya  dan terkadang juga dari hidung. Pikiran saya sudah mulai melantur ke sana kemari, saking kesakitan.

Berada di Ruang Karantina Pertahanan Saya Bobol 

Ketika dibawa ke dokter oleh istri dan putri kami, saya di-rontgen. Dan dari hasil rontgen tampak tiga perempat paru-paru saya memutih akibat infeksi yang sudah parah. 

Dokter memberikan surat rujukan dengan tulisan merah " Emergency Patient". Saya dibawa ke Wollongong Public Hospital dalam kondisi yang sudah tidak berdaya. 

Putri kami bergegas masuk ke dalam dan memberikan surat rujukan. Membaca ada tulisan "Emergency patient." Langsung  3 orang Petugas RS datang dengan tandu dan kereta dorong. Saya digotong dan dibawa dengan kereta dorong untuk langsung masuk ke kamar dengan menggunakan Medicare Card, semacam BPJS di Indonesia. 

Para Petugas tampak sibuk, melakukan pemeriksaan tensi darah, blood test, MRI, Ct Scan, dan entah apa lagi. Keputusan team dokter, saya harus dikarantina, karena dicurigai terkena TBC. Kembali tubuh saya digotong dan dinaikkan ke kereta dorong menuju ke ruang Karantina. Seluruh perawat dan termasuk istri dan anak kami harus menggunakan masker.

Ketika waktu bezuk pasien berakhir, putri kami dan istri saya pamitan. Dan ketika istri saya mencium kening saya dan memegang tangan saya erat erat sambil berbisik, "cepat sembuh ya sayang" dan setetes air matanya membasahi wajah saya. Maka pada saat itu pertahanan saya bobol..

Berada Sendirian dalam Kamar Isolasi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline