Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Pilpres dalam Aroma Suasana Perang Baratayuda?

Diperbarui: 21 Maret 2019   09:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi :mantrahindubali

Antara Optimisme dan Rasa Kuatir

Sewaktu mendapatkan kesempatan makan dan duduk berdampingan dengan Presiden RI-Joko Widodo.disamping ngobrol tentang ekspor meuble ke Australia, ada pesan yang selalu saya ingat yakni "Tolong beritahu teman teman,agar menulis hal hal yang optimis dan membangun. Misalnya ,jangan ditulis "Ekonomi Indonesia Anjlok!" Saya anti kata "anjlok" kata pak Jokowi. 

Nah, judul tulisan ini agaknya agak melanggar pesan tersebut karena ada aroma kekuatiran, karena menyaksikan dan membaca komentar yang simpang siur dan penuh sumpah serapah,antara dua kelompok pendukung  dari Paslon no. 1 dan Paslon no. 2 agaknya mengandung setitik kecemasan 

Dari Bangsa Yang Peramah,Berubah Ujud Menjadi Bangsa Yang Pemarah?

Coba saja baca perang komentar antara pendukung dua kubu yang berlawanan. Kosa kata santun yang selama ini menjadi ciri khas dari bangsa Indonesia, sudah berganti warna menjadi sumpah serapah. Kalau sekedar kritikan, tentu saja sangat baik karena kritikan dapat diibaratkan sebagai sebuah alaram yang mengingatkan,sebelum terjadi marahabaya. Bunyi alaram sangat tidak enak didengar,bahkan bisa membuat telinga kita sakit. Namun perlu dan penting,untuk mengingatkan,bahwa ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi.

Tetapi yang terjadi sudah bukan lagi kritikan,melainkan kepanikan dari kedua pendukung kubu, sehingga berhamburanlah "kata kata mutiara" seperti "Kampret! atau Cebong! Unta! dan selanjutnya semua nama nama binatang diorbitkan ,sebagai pemuas dahaga ,untuk memenangkan pertarungan antara para Komentator

Tercium Aroma Kisah Baratayuda

Walaupun terlahir di Padang, namun sejak baru bisa membaca maka komik yang pertama saya baca adalah tentang kisah Mahabrata, yang disewa di jalan Pulau Karam. Buku yang sudah lusuh dan kumal itu ,saya baca berulang kali, bhkan kelak ketika sudah punya uang sendiri, seluruh buku komik Mahabrata saya borong dan di wariskan kepada anak cucu.

Walaupun sudah jelas,cerita komik tidak mungkin memuat secara utuh pesan pesan moral yang disampaikan lewat kisah perwayangan ,namun setidaknya gambaran tentang pertentangan antara orang orang yang sesungguhnya masih satu keluarga besar,sudah dapat diterima. Inti dari persengketaan adalah karena yang satu,merasa diri lebih berhak daripada yang lainnya.

Kemudian ada kisah penghianatan Sengkuni. 

Dalam kisah tersebut diceritakan bahwa Patih Sengkuni dan para pendukungnya merasa sakit hati karena merasa tidak berhasil meraih kekuasaan seperti yang mereka impikan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline