Penyandang disabilitas bukan untuk dikasihani, melainkan diberikan kesempatan berkarya.
Paradigma yang selama ini tertanam dalam ingatan kita pada umumnya penyandang disabilitas adalah orang yang patut dikasihani: menyeret tubuhnya dijalan karena tidak punya kedua kaki, tangannya yang diberikan alas untuk pengganti kaki, atau didorong dengan gerobak setiap hari dan mangkal di tempat ramai. Tujuannya, menggugah rasa kasihan orang yang berlalu lalang.
Kalau ada yang tersentuh dengan keadaan seperti ini maka boleh jadi akan merogoh kantongnya dan memberikan uang recehan.
Amat jarang terlihat ada dermawan yang mau memberikan uang lembaran 10 ribuan, apalagi 50 ribuan.
Pokoknya sudah terpateri setiap kali mendengarkan kata "disable" atau "difabel" maka gambaran seperti yang dituliskan di atas, muncul secara serta-merta.
Pokoknya kosakata "difabel" menggambarkan sosok anak manusia yang seakan tidak memiliki masa depan atau masa depan yang suram: duduk sambil menadahkan tangan dipinggir jalan raya maupun di pasar atau diemperan toko. Pemandangan yang tentu sangat menyayat hati kita.
Padahal mereka itu sama dengan kita,namun tidak seberuntung kita,karena mengalami berbagai keterbatasan.
Gambaran Penyandang Disabilitas di Australia
"In Australia, almost one in five people -- 4.3 million -- have a disability. Of these, one in three has severe or profound core activity limitation.(disabilitystatistics.com.au)
Di Australia ,hampir 1 dari 5 orang,yakni sekitar 4,3 juta orang,dikategorikan termasuk dalam daftar difabel. 1 dari 3 ,diantaranya mengalami keterbatasan berat ,daiam menjalani aktivitas.