Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Belajar Memaknai Hidup Berbagi dari Orang Tidak Seiman

Diperbarui: 25 Agustus 2018   22:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi tjiptadinata effendi

Diterima Orang Dengan Hati Terbuka Sungguh Merupakan Kebahagiaan Besar

Pertama kali akan berkunjung ke Banda Aceh,sempat beberapa orang sambil berbisik bisik,menasihati agar kami membatalkan niat kami untuk kesana. "Sebaiknya pak Effendi dan bu Rose,jangan kesana,karena pasti tidak akan diterima oleh masyarakat " Tapi kami sudah bertekad  untuk berangkat,apapun resikonya. Karena kami datang,bukan untuk mencari lawan,melainkan justru untuk menjalin persahabatan.

Ternyata,kami sangat berbahagia,karena bukan hanya sekedar diterima dengan berbasa basi,malahan kami diundang untuk berkunjung kerumah teman teman di Janto Setelah itu,kami masih diundang makan dan kami berdua tidak diizinkan untuk membayar,karena kami dianggap sebagai tamu. Hubungan baik tersebut terus berlanjut hingga kini,padahal jelas kami berdua berbeda dengan masyarakat Aceh.Bahkan sebelum pulang,saya mendapatkan oleh oleh sebuah batu akik dari pak Haji.

dokumentasi pribadi

Hidup adalah Proses Pembelajaran Diri Tanpa Akhir

Seperti yang sudah berulang kali saya tuliskan,bahwa diri saya  pribadi bukanlah tipe orang yang agamis. Sejujurnya,saya tidak hafal ayat ayat kitab Suci dari agama yang saya imani. Selama 75 tahun menjalani hidup,yang saya pedomani cuma satu hal,yakni :" kalau tidak bisa meringankan ,jangan membebani orang lain".

Yang lainnya adalah :" Kita tidak mungkin menyukai semua orang,tapi yang bisa dilakukan adalah  jangan membenci,mereka yang tidak disukai" Kedua hal ini saja,belum mampu saya lakukan dengan sempurna,apalagi hal hal  yang terlalu melambung tinggi kelangit,sungguh tidak mampu saya mencernakannya,apalagi mengaplikasikannya dalam perjalanan hidup ini.

dokumentasi pribadi

Pelajaran dari Sahabat Saya Haji Andri di Padang

Kami sudah bersahabat dengan Haji Andri sekeluarga sejak tahun 78 ,jadi sekitar 40 tahun lalu. Hubungan persahabatan kami bukan dilandasi sebagai mitra bisnis.Melainkan sebuah persahabatan semata. Awalnya kami saling kenal,karena sama sama hobi amatir radio,kemudian berlanjut terus,walaupun kelengkapan radio amatir sudah tidak pernah digunakan lagi. Suatu hari dibulan puasa,kami sedang pulang kampung dan diajak oleh pak H.Andri jalan jalan ke Bukittinggi. Tentu saja ajakan tersebut langsung kami iyakan. 

Setibanya di Bukittinggi,kami duduk bersantai ria di tepian Ngarai Sianok,sambil bercerita panjang lebar mengenai kehidupan  kami,sejak berpisah.Tanpa terasa jam sudah menunjukan pukul 1.00 siang.Perut saya terasa perih,karena belum makan siang .Mau  makan,rasanya tidak enak juga,mngingat sahabat saya puasa.Tiba tiba ,pak H.Andri  minta izin meninggalkan kami.Katanya :" Ambo ka muko sabanta yo pak /bu" (Saya kedepan sebentar ya pak/bu).Kemudian ia berjalan kaki dan menghilang dari pandangan  mata saya.

Sekitar 10 menit kemudian ,Pak H.Andri kembali membawa bungkusan. Di berikan kepada saya ,sambil berkata :" Pak Effendi dan  Bu Ros silakan makan didalam kendaraan, saya duduk  diluar ya" (dalam bahasa Padang) .Pada awalnya saya terpana dan berkata:"Lho kan pak Andri puasa?" 

"Iyo pak,ambo puaso,tapi apak jo ibuk kan  indak puaso" (benar,saya puasa,tapi bapak dan ibu kan tidak puasa) Saya  sangat terharu,bukan masalah dapat dua bungkus nasi,tapi  dari sikap pak Andri yang begitu tulus.  Kami berbeda dalam banyak hal,beda suku,beda budaya,beda latar belakang kehidupan dan  beda agama.Tapi H.Andri sudah memberikan contoh ,bagaimana memaknai arti dari hidup berbagi Hingga kini,hubungan persahabatan kami tidak tergerus oleh perjalanan waktu ,H.Andri tinggal di Ulak Karang, kota Padang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline