Maka Kita Harus Tegas Mengambil Keputusan Atas Diri Sendiri
Memegang sebuah jabatan,walaupun bukan jabatan resmi di pemerintahan dan mungkin bukan juga jabatan prestise,tapi tetap saja merupakan sebuah apresiasi bagi diri.
Dapat dimaknai,bahwa orang meletakkan kepercayaannya terhadap diri kita. Ada rasa bangga,yang diikuti oleh rasa tanggung jawab atas tugas yang dibebankan kepada kita. Untuk sekedar contoh,kita tidak perlu mengacu pada jabatan Ketua DPR atau jabatan Panglima,karena terlalu tinggi untuk dijadikan bahasan .
Cukup kita melirik jabatan Ketua RT atau Ketua RW,yang tidak digaji,namun harus siap sedia melayani warga,tanpa kenal waktu.Tidak jarang ,tetangga berantem, maka yang dipanggil adalah Pak RT .Atau ada muda mudi yang melakukan hal hal tak pantas dalam lingkungan,maka Pak RT harus datang dan menyelesaikan masalahnya .Banyak kepentingan pribadi dan terkadang kepentingan keluarga ,terpaksa dikorbankan demi untuk memenuhi panggilan tugas sebagai Ketua RT.
Tetapi walaupun demikian,seharusnya secara logika,Pak RT harus senang dan bergembira,bilamana ada yang mau menggantikannya.Namun dalam kehidupan nyata,yang terjadi adalah kebalikannya. Untuk melepaskan jabatan Ketua RT saja,sudah terasa berat. Karena selama ini,Pak RT selalu jadi tumpuan harapan dan perhatian orang dilingkungan. Begitu meletakkan jabatannya,maka Pak RT tidak akan pernah dicari orang lagi. Selanjutnya dalam rapat rapat warga,Ketua RT yang biasanya memberikan wejangan,kini dan selanjutnya,harus ikhlas duduk manis dibangku ,bersama warga. Ia tidak lagi akan diminta untuk menyampaikan petuah petuah,karena sudah ada yang menggantikannya.
Tahu Diri Kapan Kita Harus Mundur
Karena itu,apapun jabatan yang kita sandang,seharusnya kita tahu dan memahami,ketika saatnya tiba untuk meletakkan jabatan dan diserahkan kepada pengganti kita.Sehingga dengan demikian,kita tidak akan mengalami silent post power syndrome ,yakni secara diam diam merasa kehilangan tempat berpijak dalam masyarakat.Hal ini penting,untuk menjaga ,agar kelak dihari tua,kita dapat menjalani hidup,sebagai :"orang biasa" yang sama sekali tidak lagi memiliki peran dalam masyarakat.
Hal ini untuk menjaga,agar jangan sampai kita diminta untuk mengundurkan diri atau lebih vulgar lagi,disomasi untuk melepaskan jabatan kita,Karena hal ini akan sangat melukai hati,walaupun sesungguhnya,tidak sepeserpun yang didapat dari hasil kerja sosial selama ini.Bahkan tidak jarang,uang pribadi ikut larut dalam mengurus ini dan itu,untuk urusan organisasi masyarakat.
Pengalaman Pribadi
Sejak tahun 1998 ,saya mendirikan sebuah organisasi sosial dan tahun depan akan genap berusia 20 tahun. Walaupun bukan organisasi yang prestisius,namun sudah beranggotakan sekitar 200.000 orang diseluruh Indonesia.Bahkan dalam beberapa kali munas ,dihadiri oleh Gubernur dan menteri. Pada waktu itu,menteri PAN. Namun,sehubungan saya sudah lebih banyak menghabiskan waktu di Australia,maka sejak dua tahun lalu,sudah mulai menyerahkan jabatan kepada putra kami di Jakarta,secara de facto.Walaupun secara formal,saya masih ketua Organisasi ini,namun faktanya seluruh kegiatan sudah diserahkan tanggung jawabnya kepada putra kedua kami di Jakarta.
Hanya satu organisasi titipan dari KemenKes,yakni ARSI,yang masih menjadi beban pikiran saya,karena belum ada calon lainnya,yangmendapatkan dukungan dari para pengurus ,sesuai dengan yang diisyaratkan. Karena sebuah organisasi ,hanya dipimpin oleh Ketuanya yang tinggal diluar negeri,tentu bukanlah sesuatu yang baik bagi organisasi. Kalau sudah ada yang menggantikan,maka saya dapat menikmati hidup bebas dari tanggung jawab moral.sebagai Ketua Organisasi.