Kalau ada orang yang tidak ikut dalam lomba atau sebuah kompetisi, namun berharap bisa menang, tentu akan menghadirkan tanya tanya besar. Apakah orangnya lagi bercanda atau munngkin ada sesuatu yang "error" dalam dirinya.
Tapi dalam kehidupan lainnya, cukup banyak orang yang mengedepankan pertanyaan sejenis itu. Misalnya:
Arief kan dulu tukang roti keliling dengan sepeda,koq sekarang bisa jadi Pengusaha roti bahkan mampu menggaji 37 karyawan?
Pak Zakir dan istrinya, dulu terima cucian di jakarta,selama beberapa tahun, koq bisa jadi pemilik toko mebel di Jepara?
Effendi itu dulu, Penjual kelapa dipasar, koq kini bisa tinggal di Australia?
Mengapa hidup saya masih seperti yang dulu?
Hanya Menenggok Pencapaian
Banyak orang yang hanya berpedoman pada hasil akhir atau pencapaian dari seseorang,sehingga terkesan bagaikan ada orang yang mendapatkan durian runtuh dan ada yang tidak kebagian. Padahal ,sama sekali tidak mengetahui,bagaimana susah payahnya orang lain merangkak dalam lumpur,untuk dapat meraih perubahan dalam hidupnya.
Bagi yang pernah menyaksikan Kuis :"Berpacu dalam Melodi" ciptaan Ani Sumadi dan dipopulerkan oleh Koes Hendratmo. Mungkin masih ingat bagaimana kemampuan para peserta dalam menguasai nada lagu.Program Kuis yang menguji wawasan peserta tentang musik-musik sepanjang masa, dibagi menjadi Rangkaian Nada, Sambung Kata, Kenangan Masa, Bursa Nada dan Sekilas Wajah.
Hanya orang yang sudah mempelajari dan menghayati dengan seksama ,tentang nada dan lagu,yang mungkin dapat keluar sebagai pemenang. Kini di era mileneal,sesungguhnya kita semuanya juga sedang berpacu.Tapi bukan dalam melodi ,nada dan lagu,melainkan berpacu dalam mengikuti irama kehidupan.
Kalau kita sama sekali tidak menguasai materi yang dilombakan,maka kita hanya dapat berdiri bengong ,menjadi penonton. Kata kuncinya adalah :"Belajar".Belajar bagaimana caranya orang bisa sukses.Bagaimana orang yang dulunya cuma tukang antar cucian,kini sudah memiliki Laundry sendiri.
Mantan Karyawan Kami Jadi Pemilik Rumah Makan Di Jakarta