Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Cegah Gaya Hidup "Muda Bergaya, Tua Mati Daya"

Diperbarui: 1 Juli 2017   16:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kendaraan ini,hadiah dari anak kami /dokumentasi pribadi

Setiap saat selalu ada pelajaran hidup yang dapat dipetik hikmahnya,demi untuk menjadikan kita semakin mawas diri. Sayangnya ,kebanyakan orang terpaku pada gambaran,bahwa yang namanya belajar itu adalah ruangan kelas dimana ada Pak Guru atau Bu Guru yang mengajar.Padahal alam semesta justru adalah guru kehidupan terbaik bagi semua orang. Salah satunya,mengapa orang yang dulu semasa mudanya,hidup penuh gaya,tapi setelah menua ,hidupnya mati gaya?

Tidak perlu berselancar di google,cukup meluangkan waktu hanya beberapa menit saja,untuk menengok sekeliling kita. Orang yang sewaktu muda tampil keren ,anggun dan cantik,begitu mulai menua,sudah bagaikan daunan kering dimusim gugur. Orang yang dulunya tampil sebagai pembicara di depan ratusan orang ,sebagai motivator,kini tampil kuyu dan kehilangan semangat hidupnya.Yang dulunya adalah pejabat ,begitu menua,kehilangan segala daya hidupnya.

Pengalaman Pribadi

Menertawakan kejatuhan orang lain,adalah sebuah penistaan terhadap nilai nilai kemanusiaan.Tapi kita tidak boleh hanya belajar dari kesuksesan seseorang,tapi juga wajib belajar dari kejatuhan orang lain,agar jangan sampai mengalami hal yang sama. Sebagai seorang yang pernah menjadi Pengusaha di kota Padang,maka saya tidak hanya berteman dengan tukang beca atau tukang parkir,tapi juga dengan para pejabat setempat. Dan saya termasuk salah satu dari pengusaha,yang tidak pernah menyuap nyuap para pejabat. Paling kami undang makan malam dirumah kami dan sebaliknya tidak jarang,kami juga diundang makan dirumah mereka.

Salah satu dari teman saya adalah Kakanwil dari sebuah instansi. Setiap kali ada kesempatan saling ngobrol,selalu saya ingatkan,untuk mempersiapkan diri,menghadapi masa pensiun. Tapi hanya dijawab dengan berkata:" Saya tidak mau mikir neko neko pak Effendi. Kami sudah biasa hidup sederhana"

Nah, kalau teman sudah bicara begitu,tentu kita tidak berhak memaksakan memberikan nasihat ,karena bisa dikira menggurui. Apalagi yang namanya Kakanwil adalah Kepala Kantor Wilayah,sebuah jabatan yang cukup tinggi di daerah. 

Pensiun dan Pindah ke Jakarta

Kami pindah ke Jakarta tahun 1990 dan 3 tahun kemudian ,teman saya yang Kakanwil pensiun dan pulang kampung ,karena memang berasal dari jawa. Kami jadi sering ketemu. Pada awalnya tidak tampak adanya perubahan. Tapi setahun setelah itu,wajahnya sudah mulai tampak murung. Karena sewaktu masih aktif,semua disediakan kantor. Ada kendaraan dan sopir,rumah dan telpon ditanggung negara .Tapi setelah pensiun,setiap sen yang dibayarkan keluar dari kantong sendiri. Mana anaknya 2 orang baru masuk kuliah dan seorang lagi di sma. Uang pensiun hanya cukup untuk melanjutkan hidup,tapi mana cukup untuk membiayai anak anak kuliah dan sekolah. 

Akibatnya ,kendaraannyapun dijual. 

Hal ini menyebabkannya menjadi semakin murung,karena sepanjang hari harus tinggal dirumah.Sesekali kami datang berkunjung kerumahnya di Bekasi .Dan suatu hari mengatakan pada saya:" Pak Effendi,kalau ada pekerjaan,ajaklah saya. Semua barang barang berharga ,termasuk perhiasan istri sudah dijual. " Iba rasanya hati saya mendengarkannya.Betapa seorang mantan kepala kantor,minta pekerjaan pada saya. Tentu saja saya dengan senang hati mau membantu.Tapi gimana caranya? Kendaraan sudah tidak punya,sedangkan naik sepeda motor,tidak berani,karena kesehatannya sudah semakin menurun. Mau naik kendaraan umum,juga tidak mungkin,karena pekerjaan justru ada di lapangan,yakni menjadi pemasok barang barang kebutuhan perkantoran.

Meninggal Dalam Keperihan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline