Pagi tadi kami hadir dalam perayaan ekaristi di Gereja Santa Teresa yang lokasinya sekitar 10 menit berkendara dari kediaman putri kami di Mount Saint Thomas. Perayaan Ekaristi ini sekaligus melengkapi perayaan Paskah tahun 2017.
Paroki ini didirikan pada tanggal 23 Oktober 1940. Yang pertama adalah Pastor Paroki Fr. JJ Mulheren. Dalam persiapan untuk pembentukan paroki, Gereja St. Therese telah dibangun dan dibuka pada tahun 1939 dan masih terawat rapi hingga saat ini.
Bila dibandingkan dengan gereja gereja pada umumnya di Indonesia,maka Gereja Santa Teresia ini lebih mirip dengan kapel. Karena kapasitas tempat duduk yang sangat terbatas. Karena itu pada hari raya Natal dan Paskah umat yang datang agak terlambat harus ikhlas berdiri dibelakang atau naik keatas balkon yang ada dibelakang.
Love Can Do All Thing
Semboyan gereja ini adalah " Love Can Do All Thing" dan tampaknya bukan hanya sekedar sebagai semboyan, tapi benar benar di aplikasikan. Hal ini tampak ketika perayaan Natal menumpuk hadiah-hadiah Natal bagi orang orang yang homeless dan jobless. Tapi anehnya, hingga masa Natal selesai tumpukan kado tidak berkurang karena tidak ada diantara umat yang mau mengambil, karena merasa ada orang lain yang lebih membutuhkan, Sehingga kado-kado tersebut diantarkan ke tempat-tempat penampungan dipinggiran kota.
Pada perayaan Paskah kali ini esensial dari perayaan Paskah adalah kebangkitan melawan egoisme dan sikap skeptis yang mungkin selama ini secara tanpa sadar menguasai diri. Oleh karena itu, Imam mengajak umat untuk menunjukkan simpati dan empatinya bukan dengan membagikan telor dan kelinci Paskah, tapi fokus pada pemberian sumbangan kepada orang-orang yang membutuhkan. Karena itu, disamping kolekte yang biasa di edarkan diantara umat, dibelakang juga disediakan keranjang untuk menitipkan amplop berisi donasi dalam jumlah yang cukup besar. Sementara yang memberikan recehan atau uang 5 -10 dolar cukup memasukkan kedalam kantong kolekte.
Semua sumbangan akan diatur oleh panitia Paskah untuk dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan,terutama bagi mereka yang tidak lagi memiliki keluarga yang merawat mereka. Tidak ada batasan bahwa yang boleh menerima sumbangan ini adalah orang yang beragama Katholik, melainkan siapapun yang menderita tanpa menanyakan latar belakang asal muasal dan agamanya. Karena bagi orang di Australia urusan agama adalah urusan pribadi masing-masing orang yang tidak boleh diintervensi oleh siapapun.
Usai Misa
Usai Misa, Pastor David sudah menunggu di bawah tangga pintu keluar untuk menyalami satu persatu umat sebelum meninggalkan gereja. Biasanya ada morning tea di mana Pastor dan sesama umat dapat duduk bareng untuk saling mengenal,sambil menikmati secangkir kopi atau teh yang disediakan oleh para voluntir.
Bagi orang Australia, menjadi voluntir dalam hal apapun merupakan suatu hal yang membanggakan mereka. Bangga bahwa mereka dapat ikut berperan serta secara akitif untuk membantu orang lain.
Selamat Paskah bagi yang merayakan