Hidup penuh dengan kompetisi. Bahkan dapat dikatakan bahwa ”Life is an endless competition”. Hidup adalah sebuah kompetisi tanpa akhir”. Secara garis besar, ada dua kompetisi yang harus dilalui, suka ataupun tidak suka, yakni internal kompetisi dan eksternal kompetisi
Kompetisi yang Bersifat Eksternal, misalnya berkompetisi dalam:
- hal berbisnis
- menangguk rejeki
- mencapai karir
- berebut jabatan
- Popularitas diri
Kompetisi yang bersifat eksternal, dimana kita harus berhadapan dengan orang banyak. Bisa jadi yang menjadi saingan adalah orang yang sama sekali tidak kita kenal. Tapi tidak tertutup kemungkinan pesaing kita, justru adalah sahabat baik atau malah mungkin juga masih kerabat kita.
Kompetisi yang dilakukan secara jujur, dapat menjadi suatu hal yang positif. Karena menjadi motivasi bagi dirinya,untuk memaksimalkan inner power atau inner beauty yang ada dalam dirinya, untuk memenangkan kompetisi. Mendorong orang untuk selalu proakif dan konsisten dalam menata diri untuk meningkatkan seluruh daya daya hidup yang ada dalam diri untuk mencapai targetnya.
Menjadi motivasi diri untuk tidak pernah berhenti belajar dan meningkatkan pemahaman dan pemantapan sesuai dengan bidang yang “diperebutkan” dan setelah mampu memenangkan kompetisi, maka lahirkan kepuasan batin dalam diri kita. Misalnya ketika kita sudah menjadi juara dalam lomba maraton atau sudah menjadi juara dalam kompetisi menulis.
Kompetisi yang Paling Berat Adalah Melawan Diri Sendiri
Tetapi sebenarnya kompetisi yang paling sulit adalah melawan diri sendiri, karena didalam diri kita ada banyak lawan lawan tangguh,yang tidak mudah dikalahkan.
Kompetisi melawan :
- egoisme
- fanatisme
- kemalasan
- kesombongan
- kemarahan
- keserakahan
Kompetisi melawan diri sendiri tidak mengenal waktu dan tidak mengenal bidang yang menjadi arena kompetisi. Kompetisi melawan diri sendiri, memberikan kita kesadaran diri untuk selalu berpacu memperkuat sikap mental untuk dapat mengalahkan semua lawan-lawan yang ada di dalam diri kita.
Salah satu contoh adalah egoisme yang tidak hanya terjadi terhadap diri kita dan orang lain, tetapi juga egoisme yang dilakukan didalam keluarga sendiri. Kita yang seharusnya menciptakan kedamaian didalam kehidupan berumah tangga, justru menghancurkannya akibat egoisme yang secara sadar ataupun tidak, telah terjadi dan berlangsung dari waktu ke waktu.
- Ingin selalu dilayani
- Ingin selalu dipahami
- Ingin selalu di nomor satukan
- Ingin selalu menjadi sumber perhatian
- Ingin selalu didengarkan
- Ingin selalu dimaafkan
- Mengubah sikap mental,dengan mengubah cara berpikir,yakni:
mengapa bukan saya yang melayani - Mengapa bukan saya yang mulai memahami
- Mengapa bukan saya yang memberikan perhatian
- Mengapa bukan saya yang mulai mendengarkan
- Mengapa bukan saya yang mulai memaafkan
Ini baru satu contoh saja, betapai melawan diri sendiri itu ,jauh lebih sulit dan berat,ketimbang harus berkompetisi mengalahkan orang lain.Karena bilamana kita sudah mampu mengalahkan diri sendiri,maka berarti kita sudah memasukki tahap aktualisasi diri. Kondisi ini adakan menghadirkan dalam diri kita :
- rasa percaya diri yang tinggi
- kharisma secara alami dalam diri
- tampil prima
- tekad untuk tidak pernah menyerah.
Bilamana kondisi ini sudah menjadi bagian dari hidup kita, maka akan membuka peluang yang sebesar-besarnya ,untuk dapat mencapai impian demi impian yang sudah dirancang selama ini. Karena itu, sebelum berkompetisi melawan orang lain, mulailah terlebih dulu dengan mengalahkan diri sendiri. Sesungguhnya kemenangan yang sejati, adalah ketika orang sudah mampu mengalahkan dirinya sendiri.