Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Mau Menikmati Manisnya Empedu, Harus Bersiap Merasakan Pahitnya Empedu

Diperbarui: 27 September 2016   19:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup itu ada kalanya serasa madu,sapaan, undangan datang bertubi tubi,tapi ada kalanya tiba masanya hidup terasa bagaikan berada dipadang pasir yang kering gersang dan persahabatan terasa sangat getir /foto : tjiptadinata effendi di Padang pasir Pinaccles

Mau Menikmati  Manisnya Madu,Harus Bersiap  Juga Untuk Merasakan Pahitnya Empedu

Saat saat masa keemasan atau  dalam masa keberuntungan, hidup sungguh bagaikan madu. Semuanya serba manis . Senyum manis, sapaan manis, tilpon dan undangan datang bertubi tubi. Semua teman  teman sangat hormat pada kita. Apapun yang kita katakana ,selalu disambut :” Siap pak. Boleh boleh.. dengan senang hati”. 

Bahkan tidak jarang ketika kita berbuat kekeliruan atau kesalahan, belum sempat mohon maaf, ternyata maaf sudah diberikan : ”Nggak apa apa pak.kita mengerti, bahwa bapak sangat sibuk. Jangan dipikirkan ya pak”. Luar biasa..  indah dan mempersonakan rasanya setiap saat dalam kehidupan kita. What’sApp..email hingga ribuan yang belum sempat dibaca belum lagi sms, yang isinya 99 persen, memberikan pujian dan sanjungan. Bila tidak cepat cepat sadar diri, bisa bisa kita melayang layang diudara dan tidak bisa membumi lagi.

Ketika Kemarau Tiba

Tetapi ketika musim paceklik tiba,entah kita sebagai pimpinan perusahaan, entah mungkin juga sebagai pimpinan sebuah komunitas dan tidak terlepas juga dari kehidupan pribadi, mengalami masa masa paceklik, dimana kemampuan untuk berbagi bagi rejeki, disensor oleh kondisi dan keadaan,maka pada saat itu dimulailah babak drama kehidupan.

Slow but sure, lambat tapi pasti  telpon sudah jarang terdengar, emailpun padam, What;sApp tiba tiba ngadat dan undanganpun bagaikan terkena tsunami, tidak kunjung tiba lagi .Baik undangan tertulis,maupun undangan via media sosial.

Bahkan ketika mencoba menelpon,maka siap siaplah untuk merasakan pahitnya empedu. Karena jawaban yang diterima sungguh sangat bertolak belakang dengan jawaban yang  diterima sewaktu masa masa keemasan, dimana rejeki bisa dibagi bagika kedelapan pejuru angin.

Kalau dulu jawaban selalu bernada antusias, penuh rasa hormat dan senang hati dengan menebarkan kata kata: ”Siap pak. baik pak, kita tunggu ya bapak ibu, Kami sudah sangat kangen dan rindu bertemu bapak ibu”. 

Kini nada jawaban terasa  menghantarkan kita ke padang pasir gersang ,yang menciptakan kegetiran. bukan hanya ditenggorokan ,tapi juga jauh kelubuk hati yang terdalam.

“Hmm,nih siapa nih? Oo Bapak,  Maaf. ini saya sangat sibuk. Nanti saya hubungi lagi ya pak “

“ Akan saya pikirkan pak, belum bisa menjawab nih,maklum urusan saya banyak”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline