Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Akibat Terlalu Dimanja, Lulus Sarjana Bengong Mau Kerja Apa?

Diperbarui: 11 Juni 2016   19:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: shutterstock

Rata-rata mahasiswa Indonesia terlalu dimanja oleh orang tua, semua disediakan. Dari uang kuliah, uang saku, uang transportasi, bahkan tidak sedikit yang kendaraan juga dibelikan orang tua. Tugas mereka semata-mata adalah mengejar Sertifikat Sarjana. Yang lain adalah urusan orang tua. Hal ini sudah berlangsung lama dan masih tetap berlangsung terus hingga saat ini.

Akibatnya sejak dari TK hingga Mahasiswa, mereka tetap saja anak “papa mama” yang harus diurus semua kebutuhan hidupnya. Maka tidak mengherankan, selesai kuliah dan dapat gelar sarjana, yang dapat dilakukan adalah merayakan keberhasilan. Seluruh dinding rumah penuh dengan foto sewaktu graduation day. Dan mendapatkan ucapan selamat dari mana-mana selama satu bulan.

Bingung dan gamang, mau kerja apa. Tiba saatnya untuk berpikir mau kerja apa dan dimana? Baru kagok dan gamang, karena tidak ada persiapan sama sekali. Sibuk foto copy data diri dan mulai berkunjung dari satu kantor ke kantor lainnya. Namun hingga telapak sepatu mulai menipis, ternyata belum ada pekerjaan yang sesuai selera. Kaget dan sadar diri? Ya enggaklah, kan pulang pulang kerumah, semua kebutuhan sudah disediakan orang tua, tinggal menikmatinya. Hal ini bisa berlangsung berbulan-bulan lamanya. Dan anehnya, hal yang sama akan terulang lagi dan lagi.

Lulusan Sarjana di Australia Siap Pakai

Mengapa lulusan sarjana di Australia rata-rata siap pakai? Karena sewaktu di SMA mereka sudah bekerja. Bukan karena orang tua tidak mampu, melainkan mendidik mereka sedini mungkin, mengenal dunia kehidupan yang nyata, yang tidak selalu seperti teori di bangku kuliah, mereka sudah tidak lagi minta uang saku pada orang tua, karena merasa mampu mencari uang sendiri. Ketika memasuki universitas, siswa SMA ini mulai mencari pekerjaan yang lebih bermanfaat dan sejalan dengan jurusan yang mereka tekuni. Dan sebelum selesai kuliah, rata rata sudah mampu membeli mobil sendiri,kendati mobil bekas.

Karena itu, selesai kuliah dan lulus, tidak ada perayaan yang sifatnya hura-hura dan euphoria.  Hanya ada acara makan bersama keluarga dan teman-teman dekat, sesudah itu upacara syukuran selesai. Mereka sudah punya pekerjaan sebelum lulus, sehingga Ijazah di tangan hanya untuk meningkatkan status mereka di kantor ataupun mencari pekerjaan yang lebih baik. Praktis tidak ada sarjana yang menganggur di sini.

Kalau sekedar bercerita ”katanya” atau “menurut informasi” itu tentu gampang, namun belum dapat dipastikan kebenarannya. Artikel ini ditulis adalah berdasarkan pengalaman dari cucu cucu kami sendiri, yang kami tengok dan perhatikan selama sepuluh tahun lebih tinggal bersama.

Cucu pertama kami yang bernama Kevin, sebelum selesai kuliah sudah beli mobil sendiri dan sudah ada bekerja. Begitu juga pada waktu itu calon istrinya, Astrid. Juga sudah bekerja sewaktu masih di SMA dan masuk kuliah sudah membeli mobil dengan uang hasil kerja sendiri. Maka ketika mereka menikah, keduanya tidak repot mencari kerja sana sini, karena sudah memiliki pekerjaan tetap, malah kini sudah membuka usaha sendiri. Baru berkeluarga mereka sudah menjadi keluarga yang mandiri

Cucu kedua dan ketiga kami, hingga saat ini masih kuliah, namun keduanya juga sudah bekerja. Tidak minta uang saku lagi pada orang tua, walaupun orang tuanya mampu. Sementara cucu kami yang di Wollongong, Kerisha, juga sudah bekerja di usia yang baru 15 tahun, sebagai staf pelatih di grup Gymnastic. Walaupun sebagai siswa, gajinya 12 dolar perjam, namun lumayan kalau seminggu kerja 10 jam, sudah dapat 120 dolar untuk uang sakunya.

Begitu juga cucu kami yang di Jakarta, masih kuliah di jurusan seni lukis dan sementara itu, lukisannya sudah menghasilkan uang. Memang bukan bermaksud menjadikan anak-anak kita menjadi manusia mata duitan, melainkan mendidik mereka sedini mungkin, menjadi mandiri. Jangan sampai sudah sarjana, masih mau jadi ”anak mama” yang dikasih belanja sama orang tua.

Tidak Satu Jalan Menuju ke Roma

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline