Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Benarkah Setelah Saling Tebar Kebencian, Bisa Jadi Sahabat Baik Ketika Bertemu?

Diperbarui: 26 Mei 2016   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benarkah Setelah Saling Maki di Medsos Bisa Jadi Sahabat Baik Ketika Bertemu?

Ada yang berpendapat, ramai ramai saling maki dan saling mencaci di medsos ,adalah hal biasa.Toh besok lusa kalau kopdar atau kopi darat, bisa jadi sahabat baik lagi.  Begitu kira kira ada teman yang menanggapi saling tebar kebencian yang semakin marak belakangan ini. Bahkan tidak jarang,begitu mengebu gebunya kebencian yang merasuk hingga ketulang sumsum,tidak jarang  orang hingga tega masuk  kerumah orang (baca: lapak ) ,hanya untuk melampiaskan kebenciannya.

Entah virus epidemic apa yang sedang terjadi dalam negeri kita ini.tak ada orang yang dapat menjawabnya. Apa sih yang sesungguhnya dicari? Mengapa hingga pelampiasan kebencian adalah satu satunya pemuas dahaga ?  Padahal orang yang sudah dapat menuliskan artikel di medsos, setidaknya bukanlah orang dungu, yang tidak tahu apa apa.Minimal adalah orang yang sudah terdidik dibangku sekolah,sehingga melek huruf dan bisa menulis artikel.serta menggunakan perangkat secanggih  computer atau gadget.

Di Kedai Kopi Saja Orang Bisa Bercanda dan Tetap Bersahabat

Saya ingat di Padang ada banyak kedai kopi. Setiap pagi pasti banyak yang nongkrong disana,dari berbagai etnis dan latar belakang yang terkadang bertolak belakang, Ada boss perusahaan besar,ada office boy .Ada yang datang dengan kendaraan dan tidak sedikit yang berjalan kaki. Ada yang makan sate ,sambil minum kopi susu, tapi ada yang kantongnya pas pasan ,cukup puas dengan secangkir the pahit. Semua saling bercanda. Terkadang candanya juga kedengaran kasar.umpamanya :” Gilo maa.. ( maksunya gila ).” Tapi karena semua diucapkan sambil ketawa,maka tidak terbersit secuil rasa ketersinggungan ,apalagi sampai melukai hati yang dibilang :” gilo”

Termasuk ketika sibuk membicarakan pergantian Walikota atau Gubernur,tak ada setitik nada kebencian.walaupun nadanya saling ejek.

Suasana tetap rame dan ceria. Bercanda semaunya ,namun intinya adalah tanpa kebencian.

Seandainya

Seandainya kondisi seperti ini dapat diterapkan di medsos,alangkah indahnya hidup. Bisa saling ledek ledekan,namun jauh dari yang namanya kebencian..Namun mungkn saja tulisan ini dianggap tulisan orang tua yang nyinyir atau mau tarik simpatisan. Tidak mengapa bagi saya, Karena setidaknya apa yang terkandung dalam hati ,sudah saya tuangkan disini

Benarkah Setelah Saling Maki di Medsos Bisa Jadi Sahabat Baik Ketika Bertemu?

Saya pribadi tidak percaya hal ini bisa terjadi. Bila bibit kebencian sudah dibiarkan bersemai ,tumbuh dan berakar,maka mustahil begitu bertemu,semuanya secara serta merta dapat dipupus dan digantikan dengan persahabatan.. Karena luka yang telah ditoreh setiap hari dan semakin mendalam ,butuh waktu yang lama untuk bisa bertaut. Terus apa sih untungnya tebar kebencian? Apakah dengan demikian rasa dahaga untuk dapat melukai orang terpenuhi? Sungguh saya tidak dapat menjawabnya. Biarlah masing masing kita bertanya pada diri kita, apa sih yang kita cari sesungguhnya dengan menulis? 

Iluka, 26 Mei, 2016

Ditulis dari kedalaman hati,

Tjiptadinata Effendi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline