Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Benarkah Orang Miskin Bisa Hidup Berbahagia?

Diperbarui: 15 Februari 2016   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benarkah Orang Miskin Bisa Hidup Bahagia?

Bahwa ukuran sebuah kebahagiaan, bukanlah semata mata tergantung pada uang, memang benar. Bahwa uang bukanlah jaminan sebuah keluarga bisa berbahagia, tentu dapat dipahami.

Bahwa kebahagiaan sebuah keluarga, bukan berdasarkan seberapa banyak harta yang dimiliki. Tidak sedikit orang orang kaya dan memiliki harta yang tak terhitung, ternyata tidak merasa bahagia dalam hidupnya.

Salah seorang teman saya di Jakarta, kaya raya, harga rumahnya saja sekitar 15 milyard rupiah dan  itu bukan rumah satu satunya .Masih ada tiga lagi rumah, yang sudah dipersiapkan untuk putra dan putrinya. Belum lagi deposito dalam mata uang dollar yang dimilikinya. Namun, dengan sungguh hati ia berkata kepada saya:” Seandainya, saya bisa memilih ,maka saya akan memilh hidup seperti  pak Effendi. “Mengapa hal ini sampai terucapkan oleh teman saya, yang adalah seorang pengusaha sukses? Karena rumah tangganya brantakan. Putrinya narkoba dan satu lagi lari dari rumah, karena merasa tidak nyaman tinggal dalam rumah yang senantiasa kisruh. Akan tetapi kejadian ini, tentu tidak dapat secara serta merta, kita mengambil kesimpulan, lebih baik menjadi orang miskin.

Cukup banyak ungkapan yang mengatakan :”Kami miskin, tapi kami hidup berbahagia”

Tapi  apakah benar orang miskin bisa bahagia?

Bagi yang belum pernah merasakan hidup dalam kemiskinan, mungkin renungan dibawah ini dapat menggambarkan, bagaimana mungkin keluarga miskin dapat hidup berbahagia.

Inilah arti miskin yang pernah kami jalani selama tujuh tahun:

  • Tinggal dikedai kontrakan
  • Ditempat tidur, kecoa dan tikus merayap, setiap hari
  • Karena dibawah gubuk ada selokan besar
  • Anak dan istri sakit ,tidak ada uang untuk biaya kedokter
  • Aliran listrik sudah diputus Pln,karena menunggak berbulan bulan
  • Untuk makan saja sudah berhutang kesana kemari
  • Sandal jepit putus, tidak ada uang beli gantinya
  • Tidak ada lagi barang berharga yang dapat dijual
  • Karena seluruh pakaian layak pakai sudah diloak
  • Semakin hari, anak dan istri semakin pucat,kurang makan
  • Tidak seorangpun sahabat ,maupun kerabat yang mau menolong
  • Bertahun tahun, tidak ada yang datang menengok
  • Ketika hujan dan banjir, hanya bisa naik keatas meja dan saling berpelukan
  • Anak menangis kelaparan, tapi sungguh tidak ada uang lagi
  • Kejadian ini berlangsung bertahun tahun
  • Kami hidup saling mencintai, tapi cinta itu tidak bisa mengeyangkan
  • Cinta saja tidak cukup kuat untuk menyembuhkan anak dan istri
  • Kami juga butuh uang,,walaupun uang bukan segalanya dalam hidup

Karena itu, jangan sampai terpancing pada motivasi negative, bahwa dengan mengandalkan cinta semata, dapat menciptakan keluarga yang berbahagia. Kita hidup dialam nyata,bukan dialam khayalan.

Ada realita yang mungkin tidak  enak didengar, tapi sebuah fakta tak terbantahkan, bahwa untuk meraih sebuah kebahagiaan, tidak dapat dibangun hanya dengan cinta semata. Kita butuh uang untuk hidup. Tidak harus kaya memang, tapi setidaknya dapat hidup layak, sebagai seorang anak manusia, Yakni tempat tinggal yang nyaman dan hidup yang berkecukupan.

Tentang nasib, tentu ada ditangan kita masing masing, Tapi perubahan nasib itu bukan seperti menunggu memenangkan undian atau loterei, melainkan harus diperjuangkan. Jangan lupa, kita hidup dialam nyata. Jangan terbius oleh motivasi negative,bahwa kebahagiaan hidup dapat terwujud hanya dengan cinta semata.

Mount Saint Thomas, 15 Feb. 16

Tjiptadinata Effendi

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline