[caption id="attachment_351498" align="aligncenter" width="614" caption="foto bersama teman teman/tjiptadinata effendi"][/caption]
10Tahun Membangun Indonesia Mini diu Australia
Sejak awal menginjakkan kaki di Benua Kanguru ini, saya sudah mempersiapkan mental, bahwa saya tidak ingin menjadi orang asing di negeri orang, namun sekaligus juga tidak ingin kehilangan jati diri sebagai orang Indonesia.Ketika dalam perbincangan pribadi dengan teman yang sudah lebih dulu domisili di sini, saya utarakanimpian saya, untuk membangun Indonesia Mini dalam lingkungan dimana saya tinggal.
Namun curhat saya ini, dianggap lelucon oleh teman saya, yang dulu sama sama tinggal di Bintaro Jaya di Jakarta. “ Pak Effendi, jangan mimpi disiang bolong.Boleh saja anda memiliki jiwa nasional yang tinggi, tapi kita harus sadari, bahwa disini kita bukan siapa siapa. Juga bukan orang yang ditugaskan sebagai duta bangsa. Itu mah, tugasnya duta besar, bukan tugas kita sebagai rakyat.”
Saya berdiam diri dan tidak menanggapi untuk sesaat. Tapi terus didesak oleh teman saya, Pak Bram, yang usianya, terpaut 10 tahun lebih muda dari pada saya.“Gimana menurut pendapat anda pak Tjipta?”
“Hmm menurut saya, pak Bram: Setiap orangIndonesiayang tinggal diluar negeri sesungguhnya adalah duta bangsa”.
Kita membawa:
Nama Indonesia dalam diri kita,
- Bahasa Indonesia
- Budaya Indonesia
- Masakan Indonesia
- Pola pikir Indonesia.
Apapun yang kita lakukan, tidak mungkin kita pisahkan antara prilaku kita sebagai orang perorangan dan kita orang Indonesia. Orang Australia, tidak pernah menanyakan: ”Paspor anda warnanya apa? Atau anda itu warga negara mana? Yang ditanyakan adalah :”Where do you come from?”
Kita jawab:” Indonesia”, benar nggak pak Bram?” jawab saya.. “Hmmm memang iya sih…. “ Kata pak Bram dan kemudian diskusi mengenai hal itu terputus hingga di sana. Dan kami menganti topik pembicaraan dengan hal hal yang bersifat pribadi. Diskusi yang tidak berlanjut tersebut, sama sekali tidak menganggu hubungan persahabatan kami, kendati saya tetap bersikukuh akan prinsip hidup saya, yakni bahwa setiap orang Indonesia yang berada di luar wilayah Indonesia, maka ia mengusung Indonesia mini, kemanapun bertempat tinggal.
Membangun Indonesia Mini
Kami pernah tinggal 2 tahun di Queensland, Western Australia dan kini di New South Wales. Seperti yang sudah saya utarakan diawal tulisan. Saya tidak ingin menjadi orang asing dinegeri orang. Rumah putri kami di Mount Saint Thomas, “open house” setiap hari. Artinya setiap orang boleh berkunjung, tanpa harus buat janji terlebih dulu, seperti kebiasaan orang disini.Setiap tamuyang datang, kami sambut dengan gaya Indonesia, yakni : “ menyediakan secangkir kopi atau the dan kue kecil seadanya.Kalau pas lagi jam maka siang, kami ajak sekalian menikmati makan siang, masakan Indonesia. Ternyata gaya khas Indonesia ini sangat disenangi teman teman di sini.
Mereka menjadi sangat akrab, bukan karena disediakan makan dan minum, tapi karena kami layani dengan hati yang tulus.
Perpustakaan Pribadi
Setiap tamu yang datang, dengan bebas boleh membaca buku yang ada, sejumlah lebih kurang 3 ribu judul. Namun mereka sudah tahu syaratnya, yakni tidak boleh dibawa pulang. Bukan karena tidak percaya, tapi menjaga agar buku awet dan tidak terkena hujan ataupun tersobek.
Mereka tidak merasa asing, melihat bendera Merah Putih, dalam ukuran mini, yang senantiasa berkibar di meja kerja saya. Malah mereka senang, bahwa saya tetap mencintai negara dimana saya berasal.
Memperkenalkan Bahasa Indonesia dan Budaya Indonesia dan Masakan Indonesia
Walaupun hanya beberapa kalimat singkat.namun dari waktu kewaktu, teman teman kami, setidaknya sudah bisa mengucapkan:”Selamat pagi, selamat malam dan Terima kasih .
Bahkan mantu kami yang orang Australia, sudah bisa menyanyikan lagu :”Naik naik kepuncak gunung”. Walaupun pronounciation nya terkadang kedengaran lucu. Cucu cucu, kami biasakan makan masakan Indonesia. / Ternyata mereka sangat menyukai: rendang Padang dan nasi goreng.”
Dalam acara pesta, mereka dengan banggamengenakan baju batik, yang kami berikan sebagai hadiah ulang tahun kepada teman teman disini.
Kami juga banyak bercerita tentang Indonesia, sehingga setidaknya mereka mendapatkan gambaran yang lebih jelas, bahwa Indonesia itu luas dan terdiri dari Kepulauan, yang didiami berbagai suku dengan budaya yang berbeda
Acara Pertemuan Multicultural
Bilamana ada acara pertemuan Multicultural, kami selalu disarankan untuk membawa bendera dari negara masing masing. Malahan Pejabat kota disini, menegaskan: ” Kami senang anda semuanya menghormati Australia, tetapi jangan pernah lupakan negara darimana anda berasal. Ini adalah sifat seorang gentlemen!”
Sebuah pesan yang mengundang rasa simpatik, bahwa semua orang diingatkan, untuk tidak pernah melupakan negeri asalnya.
Kami disenangiwarga disini
Sebuah kebahagiaan bagi kami, bahwa kehadiran kami disini, diterima dengan sangat baik. Buktinya, rumah kami tidak pernah sepi dari kunjungan teman teman, yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Bukan hanya orang Australia, tetapi juga dari Kanada, Amerika Serikat, Brunei, Malaysia dan tentunya dari Indonesia.
Kata teman saya James:” Rumah kami sudah seperti konsulat Indonesia “ ..Begitu akrabnya persahabatan kami, sehingga ketika terjadi accident dan saya masuk kerumah sakit selama hampir satu bulan, bergantian mereka datang. Mereka mencoba menghibur saya dengan berbagai cara. Menghadiahkan sayaVCD, coklat aneka ragam, minuman dan buah buahan. Sebuah kebahagiaan, impian saya untuk tidak menjadi orang asing di negeri orang sudah menjadi kenyataan, Tidak mudah memang, karena butuh 10 tahun,, kami membangun persahabatan dan persaudaraandengan berbagai suku bangsa, tanpa kehilangan jati diri sebagai orang Indonesia.
Tulisan ini saya postingkan, sama sekali bukan untuk pencitraan diri, karena sayabukan pejabat ataupun orang yang membutuhkan promosi untuk mencapai sesuatu tujuan, Semata mata adalah berharap, menjadi inspirasi bahwa sesungguhnya, setiap orang Indonesia yang berada diluar negeri, dapat membangun Indonesia Mini, dimanapun ia berada.
Mount Saint Thomas, 3 November, 2014
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H