Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Mereguk Lukisan Mahakarya Sang Pencipta di Biak

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1422164949521177105

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="senja di biak/ doc.tjiptadinata"][/caption]

Mereguk Lukisan Mahakarya Sang Pencipta di Pantai Biak

Pantai Biak bagaikan gadis desa yang belum tahu bersolek. Di balik pakaiannya yang sangat sederhana, tanpa dipoles dengan kosmetik apa pun, ternyata kemolekan Pantai Biak, tak kalah dibandingkan dengan Pantai Gold Coast di Australia maupun bila disandingkan dengan Pantai Pataya di Thailand.

Tak tampak secuil pun turun tangannya arsitek dari jemari anak manusia yang berusaha memberikan warna pada keelokan alam di sini. Di tepian pantai ini, terlihat bebatuan karang yang lebih besar dari pelukan orang dewasa, seakan menemani Pantai Biak ini. Ada tempat berteduh yang tercipta dari daunan pohon kelapa yang tumbuh di sana-sini.

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="pantai Biak/ft.tjiptadinata effendi"]

1422164687133580716

[/caption]

Kami sangat beruntung mendapatkan kamar Suite yang disediakan oleh Pak Joppy untuk kami berdua, berdampingan dengan Pantai Biak yang memukau. Di sini untuk kesekian kalinya kembali ultah pernikahan kami yang ke-50 dirayakan oleh bersama teman-teman. Kendati sangat sederhana dan hanya dalam bentuk sebuah kue tart yang berlabelkan angka 50, bagi kami adalah sebuah tanda kecintaan dari teman-teman. Adakah sesuatu yang lebih indah dalam sebuah persahabatan selain kasih sayang yang dicurahkan bagi kami berdua?

Hal inilah yang telah memupus rasa letih dan kantuk yang menyerang diri, karena penerbangan yang menghabiskan waktu berjam-jam. Kami take off dari Jakarta, pada pukul 10.00 malam dan setelah stop over di Bandara Sultan Hasannuddin, dan tertahan di sana selama 4 jam, akhirnya pada pukul 9,00 pagi kami landing di Bandara Franss Kasiepo - Kota Biak. Praktis, kami menghabiskan waktu terbang dari Jakarta dengan stop over di Makassar yang mengalami keterlambatan sehingga praktis menghabiskan total 11 jam dari sejak pesawat tinggal landas di Bandara International Sukarno Hatta.

[caption id="attachment_366016" align="aligncenter" width="560" caption="doc.t.effendi"]

14221655982004445249

[/caption]

Begitu tiba di Hotel Instia,yang berlokasi di tepi pantai, ternyata kami sudah ditunggu oleh orang banyak. Maka niat hati ingin istirahat barang sejenak, ternyata tidak dapat kami nikmati,karena tidak tega orang menunggu kami lebih lama.

[caption id="attachment_366013" align="aligncenter" width="560" caption="doc. t.effendi"]

14221652551334930492

[/caption]

Berburu Matahari Terbenam

Sore hari ketika acara usai, saya mencoba melangkah ke tepi pantai yang hanya berjarak beberapa langkah dari kamar yang disediakan bagi kami. Mentari di senja itu sudah mulai menyelinap di antara gumpalan awan. Namun percikan cahayanya masih memancarkan aneka ragam warna cahaya yang memantul ulang dalam kemilaunya laut yang terhampar. Temaramnya hari ternyata tidak menyurutkan kemolekan pantai ini melainkan semakin menciptakan pesona yang menghipnotis bagi siapa pun yang memandangnya. Kesempatan emas ini tentu tidak kami sia-siakan untuk mengabadikannya melalui kamera sambung ukuran mini yang selalu saya ikut sertakan di dalam kantong saya.

[caption id="attachment_366015" align="aligncenter" width="560" caption="doc. t.effendi"]

1422165467413588949

[/caption]

Sayup-sayup terlihat Pelabuhan Biak di mana tampak kapal-kapal ukuran kecil, berlalu-lalang, bagaikan sabut yang terombang-ambing. Serasa tak puas mata mereguk segala keindahan alam di sini. Hal ini semakin menghadirkan kepenuhan rasa syukur yang bersemai di dalam hati.

Sesekali laut yang tenang tampak berombak kecil terbelah oleh lajut perahu nelayan yang mencoba memungut rejeki di laut yang damai ini.

[caption id="attachment_366014" align="aligncenter" width="560" caption="doc. t.effendi"]

14221653501268709975

[/caption]

Rumah Para Nelayan

Di samping kiri, tampak berjejeran rumah-rumah sederhana dari para nelayan yang bagaikan terjejer bagaikan mainan kanak-kanak. Hanya temaramnya cahaya lampu yang menyala merupakan petanda rumah-rumah ini ada penghuninya. Tak terdengar suara radio ataupun TV yang merupakan ciri khas dari rumah penduduk di pusat-pusat kota. Bila dibandingkan dengan café yang hiruk-pikuk dengan hotel yang berseberangan dengan hotel di mana kami menginap, bagaikan siang dan malam.

[caption id="attachment_366017" align="aligncenter" width="560" caption="doc.tjiptadinata effendi"]

14221663351892191031

[/caption]

Bagaikan terhipnotis oleh keindahan ciptaan Sang Maha Pencipta ini entah sudah berapa lama kami berdiri di sini. Hingga kepekatan malam memeluk seluruh cakrawala, saya baru sadar bahwa hari sudah malam. Diiringi rasa kantuk dan letih karena praktis sejak dari bangun pagi kemarin pukul 4.00 subuh, kami hampir tidak sempat beristirahat. Karena pesawat yang terbang gonjang-ganjing dihadang angin dan hujan yang mengguyur bumi. Kami menyurutkan langkah dan beberapa saat kemudian kami sudah terlelap dalam mimpi indah memandangi Pantai Biak yang memukau.

Ditulis di Pantai Biak,tanggal 24 Januari, 2015

Dipostingkan di Bandara Sultan Hassanuddin, Makasar, 25 Januari, 2015

Tjiptadinata Effendi..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline