Lihat ke Halaman Asli

Tjhen Tha

Speed, smart and smile

Berkendara di Iran (tulisan-2)

Diperbarui: 9 November 2018   14:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan dari Persepolis/Syiraz menuju Yazd disebelah timur bersimpang jalan dengan arah ke Isfahan. Perjalanan panjang yang menghabiskan waktu 5 jam lebih, membelah gurun pasir dan teriknya sinar mentari.

Mobil melaju dengan kecepatan 130km/jam tanpa pembatas kecepatan, hanya kemampuan mesin dengan beban penuh dan aircondition yang membatasinya.

Tiba-tiba separuh kepala mobil lain sudah nongol di spion kiri dan sedikit memprovokasi untuk mendahului, sepertinya ini tipe kecepatan pengendara yang tidak dicover asuransi. Oleh karena masih membutuhkan beberapa truk untuk didahului terpaksa lampu sign-kiri dinyalakan beberapa saat sampai beralih ke jalur yang lebih lambat dengan lampu sign-kanan.

Mobil dibelakang mendahului dengan kecepatan tinggi meninggalkan sedikit senyuman. Tidak lazim bagi sesama pengendara berkomunikasi dengan isyarat disini, oleh karenanya pengendara wanita yang melaju tersebut sedikit terkesan dengan meninggalkan senyum tersungging. Walaupun kita juga terkesan dengannya ternyata wanita di Iran tidak semua menutup rapat rambutnya.

Kalau dikita ada istilah tipe pengendara seperti sopir bajaj dalam artian hanya dia dan tuhan yang tahu kemana akan berbelok. Disini pengendara seperti layaknya olahraga catur, seakan semua orang tahu kemana lawannya akan berbelok, karena tidak ada yang merasa memiliki jalurnya. Philosophi yang digunakan seperti pemain bola, setiap orang boleh mengambil jalan/jalur mana saja dan aturannya hanya satu yaitu tidak boleh melanggar.

Karakter pengendara Iran, seperti karakter orang Jepang berjalan kaki, fokus dan terburu-buru saat di eskalatorpun orang Jepang tetap berjalan. Begitu juga pengendara Iran selalu terburu-buru, umumnya mereka berkarakter line-changer, mereka tidak pernah tetap berada pada satu jalur sehingga kita bisa saja disalip dari sebelah kiri maupun dari sebelah kanan.

Satu-satunya tantangan perjalanan membelah gurun ini adalah melawan diri sendiri, terkadang dalam perjalanan yang monoton ini rasa kantuk kerap datang menyerang. Ketika serangan itu datang tidak ada yang dapat dilakukan kecuali melipir kebahu jalan untuk memejamkan mata sejenak.

Menjelang tengah hari, kami sampai di Yazd kota beriklim gurun yang dituju. Tujuan utama kekota ini disamping ingin merasakan suasana gurun adalah mengunjungi teknologi AC (Air Condition) alam yang dikembangkan masyarakat gurun sejak lima ribuan tahun lalu.

Yazd tercatat dalam daftar UNESCO sebagai kota bersejarah dan dikenal dengan sebutan "City of Wind-Catchers". dimana rumah, pasar dan bangunannya didisain dengan menara tinggi menjulang keatas bertujuan untuk menangkap angin yang kemudian disirkulasikan ke bawah.

Kami sampai di "Amir Chakhmag Complex" yang merupakan komplek bangunan tua yang terdiri dari pasar, restoran, museum dan masjid. Dari sini sudah banyak terlihat rumah-rumah yang mempunyai menara-menara penangkap angin dan bangunan atap jenis kubah dengan lubang besar diatasnya.

Dalam teriknya matahari siang, sangat sulit mencari sudut yang baik untuk pengambilan fotographi dan dokumentasi. Akhir semangat yang tadinya mengebu terdistraksi oleh rasa lapar yang menyerang. Karena suasan masih bulan Ramadhan, banyak restoran yang masih tutup dan biasanya mereka mulai buka sore harinya. Setelah berkeliling beberapa restoran akhirnya kami memutuskan untuk mencari hotel yang tentunya selalu mempunyai restoran didalamnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline