[caption caption="blokir/dok.pribadi"][/caption]
Dalam hidup, setiap orang selalu ditempel ketat oleh yang namanya resiko, jangan bilang resiko itu ada ketika kita melakukan kegiatan-kegiatan ekstrem ataupun melakukan kegiatan kegiatan yang berkaitan berbau "gambling" misalnya bermain saham atau gambling dalam arti sesungguhnya yaitu berjudi. Resiko bisa saja terjadi ketika kita makan, tidur atau tidak melakukan apa-apa, makan bisa saja resikonya tersedak, tidur resikonya bermimpi buruk, tidak melakukan apa-apa malah resikonya lebih besar, kita menghabiskan waktu percuma padahal dengan melakukan sesuatu daripada diam banyak hal yang bisa dikerjakan, diam bisa membuat kita ketinggalan dari yang lain, betul tidak ?
Sebagai seorang mantan pejabat, dan public figure maka resikonya menjadi sangat besar, banyak mata dan telinga mengawasinya. Kalau dulu mungkin hanya wartawan atau beberapa gelintir orang, namun sekarang seluruh dunia bisa memantau setiap menit dari mana saja tidak perlu jarak dekat. Seperti mantan pejabat ini, dia seorang pakar telematika yang sedang mendapat resiko menjadi bahan "Bully" medsos karena tindakan (jempol) nya, entah ini yang keberapa, yang saya ingat dulu ketika nyanyi lagu kebangsaan Indonesia Raya beliau lupa liriknya (tapi mungkin tidak lupa kuncinya), kedua ketika tertipu bisol (bisnis on line) yang kemudian dengan meminta bantuan pihak yang berwajib berhasil melacak dan menangkap pelaku selanjutnya dengan bangganya disampaikan kepada media, yang ketiga ketika Presiden Jokowi mau mengadakan tournamen sepakbola piala (Jenderal) Sudirman, reaksi beliau di tweet langsung "protes" karena yang sang pakar tahu Sudirman itu tokoh bulutangkis bukan sepakbola, setelah muncul berita bahwa ini berkaitan dengan peringatan 10 Nopember nampaknya sang pakar baru "ngeh" namun saya belum melihat koreksinya. Untuk kejadian ini saya pernah mengkritik tweet beliau isinya hanya supaya jangan "kesusu" atau tergesa-gesa protes dan hasilnya saya DI BLOKIR..!!. Yang terakhir beberapa hari yang lalu sang pakar nampaknya salah menyambar akun tweeter palsu anak Jokowi, mungkin karena terlihat beberapa kali sikapnya membenci Jokowi dan juga embel-embel kepakarannya dalam hal telematika, menjadikan hal ini sebuah trending topik bahkan sampai saat ini. Selanjutnya muncul tweet pembelaan sang pakar yang mengisyaratkan bahwa itu bentuk kesengajaan, namun percuma masyarakat sudah terlalu cerdas akan hal ini termasuk saya (cerdas juga).
Rakyat tidak salah mengharapkan (baca : menuntut) kesempurnaan sikap, perkataan dan tindakan pejabat atau mantan pejabat karena fasilitas hidup mereka dibayar dari uang rakyat, mereka membawa nama bangsa di mata dunia dan mereka diharapkan untuk dijadikan soko guru untuk generasi bangsa yang akan datang, walaupun contoh buruk itu bisa juga untuk pembelajaran namun jangan terlalu banyak karena hasilnya membuat muak.
Tetaplah berbuat baik karena suatu saat anda akan ditemukan oleh orang baik.
Salam sukses..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H