[caption caption="Kendaraan Politik / www.clipartool.com"][/caption]
Masih seputar Pilkada, Saya Jadi ingat cerita teman ketika menjelang pemilu beberapa tahun lalu, saat itu dia bertemu dengan seseorang yang akan menjadi seorang bakal calon wakil rakyat, setelah beberapa menit ngobrol teman saya bertanya..:
Teman Saya = TS
Bakal Calon Wakil Rakyat = BCWR
TS : Bapak maju menjadi wakil rakyat kendaraan Bapak apa ??
BCWR : Ada di depan, mobil saya Avanza model terbaru..!!
TS : ??% $@#&*....
Dari cerita nyata di atas, entah siapa yang kurang beres, pertanyaan teman sayakah (TS) ? atau sang Bakal Calon Wakil Rakyat (BCWR) ?. Karena kejadian itu sedang masa-masanya menjelang Pemilu maka saya menilai bahwa pertanyaan teman itu sudah cukup dan jawaban yang diberikan oleh sang balon silakan anda menilai sendiri.
Persiapan seseorang untuk terjun ke dunia politik memang mencakup banyak hal, baik itu mental, spiritual, materi, dan tentu saja faktor X (Ketentuan Pencipta). Seseorang yang punya uang (misalnya artis) dan kemudian ujug-ujug terjun ke dunia politik akan terlihat beda berpolitiknya dengan seseorang yang misalnya sudah dari masa mahasiswa sudah aktif mengikuti banyak kegiatan organisasi.
Penggemblengan diri memang perlu waktu bertahun tahun, namun setiap orang tidak bisa disama ratakan, secara sadar atau tidak sadar berorganisasi akan membentuk mental dan spiritual orang itu. Cara bicara (mengemukakan pendapat), bersikap (cara berpakaian) dan atau juga bagaimana di dalam bergaul pasti akan terlihat.
Namun saya masih juga heran dengan para elit parpol yang tidak siap dengan "kekejaman" berpolitik, kalau sekelas Ahmad Dhani yang kelihatannya di PHP in oleh PKB wajar saja perubahan sikapnya, tapi kalau sekelas Roy Suryo yang langsung bereaksi masalah Hambalang atau Adhiyaksa Daud yang juga (nggak sadar nampaknya) bertemperamen cepat naik atau Gaya Pede Sang Prof. Yusril yang bahkan sampai artikel saya tulis kendaraannya belum jelas sudah yakin bisa mengalahkan Ahok adalah gaya politikus yang kurang persiapan padahal mereka sudah berpuluh tahun di dalam lingkungan politik.
Kembali ke "Kendaraan" sesuai pertanyaan teman saya, Indonesia menganut banyak partai, sesorang yang belum punya nama bisa memilih partai/kendaraan mana yang akan menjadi tempatnya berpolitiknya namun tentu saja harus merangkak dari bawah dan harus loyal kepada partai sedangkan seseorang yang sudah punya nama dikenal luas masyarakat lebih mudah masuk (bahkan di tawari) ke dalam partai bahkan bisa saja langsung mendapat jabatan di partai, hal ini dilakukan partai salah satunya adalah untuk mendongkrak nama partai dan juga suara partai ketika pemilu datang. Masih dalam ingatan, banyak artis-artis yang menjadi kader partai dan dalam waktu singkat menjadi wakil rakyat (Saya pernah berfikiran apakah ini gara-gara Ronald Reagen, aktor yang sukses menjadi Presiden Amerika Serikat ?? Bisa jadi ..). Fenomena artis terjun ke politik nampaknya masih akan berlangsung beberapa tahun ke depan, lihat Rano Karno, Dedy Mizwar dan sederet artis lainnya, pasti banyak artis yang berfikir bahwa kesempatan untuk sukses menjadi Pemimpin di daerah masih bisa dicoba (Saya kok lebih enak menyebut sebagai Kepala Pelayan Masyarakat daripada Pemimpin Daerah ya...).
Sekarang bagaimana dengan Ahok ? Dia sudah memproklamirkan untuk independen atau tidak menggunakan kendaraan politik, partai politik Nasdem dan Hanura yang mendukung penuh Ahok tanpa syarat tidak membawa Ahok.. kalau ibaratkan Ahok sedang berjalan maka mereka ada di belakangnya mengikuti. Ketika ditanya kenapa pilih independen ? Ahok sendiri pernah menyampaikan bahwa kalau dia bersama PDIP artinya dia sendirian naik mercy dan langsung bisa ke tujuan namun dengan maju sebagai independen ibaratkan Ahok naik Bus Kota rame-rame sama rakyat walaupun kendaraan yang ditumpanginya sekarang ini belum dipastikan apakah bisa sampai ke tujuan atau tidak. Dan ternyata Ahok memilih memakai Bus Kota..!! Luar biasa..
Apakah Bus Kota itu kendaraan politik ? Saya berpendapat iya karena Undang-Undang mengatakan begitu dengan syarat dan ketentuan berlaku. Sah..!!.
Melihat Kendaraan politik yang lama nampaknya kebanyakan sudah banyak yang tidak laik jalan, mungkin karena terlalu boros atau warnanya sudah pudar, namanya/mereknya masih jelas terbaca tetapi di dalamnya terasa panas, setiap orang di dalamnya berebut menjadi sopir atau bahkan berebut menjadi tuan yang duduk di belakang yang berkuasa, sementara dia tidak melihat bahwa jalannya kendaraan sudah melambat. Di dalam mereka tidak mengerti tetapi rakyat di luar melihat bahwa bisa jadi kendaraan sebentar lagi mati sendiri... (Gaya bahasa Mata Nazwa Mode On)
Menulis artikel tentang politik baik itu partainya maupun orang-orang di dalamnya selalu menarik, artikel saya tentang politik di Kompasiana mendapat tanggapan (di baca) lumayan banyak bahkan diluar perkiraan, dibandingkan tulisan saya lainnya yang bukan bertopik politik padahal menurut saya isinya bisa menjadi tambahan ilmu kehidupan...
Jadi ? Saya tetap menulis saja apa yang melintas dikepala dan kadang tetap menjadi seorang pengamat politik kacangan...