Lihat ke Halaman Asli

Tjahjono Widarmanto

Penulis dan praktisi pendidikan

Lelaki Penakluk Buaya

Diperbarui: 2 Oktober 2020   13:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Lihat, telah kuasah tombak dan kapak tajam-tajam pada padas karang. Sigra milir sang getek sinangga bajul. Lelaki itu mendorong rakitnya ke tengah sungai. Ngalir,ngalirlah ke muara menyisir hilir. Berkisah tentang seorang lelaki berikat kepala wulung menjagai sungai-sungai. Mengulang perjalanan Khidir yang dikuntit Musa menelisik pesisir mencuri kitab rahasia nasib, sorga, dan neraka.

Sigra milir sang getek. Lelaki dan rakitnya terapung-apung telusuri air dan kisah-kisah kuno, saat angka-angka tak jelas mana genap dan yang mana ganjil. Saat abjad-abjad tak jelas mana yang vokalmana konsonan. Sigra milir. Kuteriakkan mantram-mantram penakluk segala penghuni sungai. Kembang telon tujuh warna, cok bakal beserta putik asoka ditebar, terbuka segala pintu hantu, tersibak segala kabut. Mari timbullah segala buaya. Buaya sungai,buaya rawa, buaya darat,buaya samudera,buaya siluman. Buaya segala buaya,buaya maha buaya

Sigra milir. Rakit beringsut. Matram-matram mengigau. Inilah kidungku. Muncul engkau segala buaya. Merangkaklah ke mari, segera kubelah perutmu yang selalu bunting, sebab di sana kutemu segala frase dan kata-kata. Ayo, manis, merangkaklah dengan gairah. Di sini telah kusediakan ranjang hangatmu. Nina bobok oh nina bobok. Tidurlah manis dengan telentang, bentangkan buntingmu akan kutombak dan kubelah dengan kapak dan gergaji.

Sigra milir sang getek sinangga bajul. Segala buaya. Buaya sungai. Buaya rawa. Buaya darat. Buaya laut. Buaya siluman. Buaya maha buaya. Merintih-rintih. Perut buntingnya meledak. Muncrat janin kata-kata. Ohoi, Columbus temukan benua, aku temukan makna! Lantas, segalanya berubah aksara, terpahat di gerbang-gerbang kota, puing-puing candi, dinding-dinding biara, lonceng-lonceng gereja, kubah-kubah masjid, mercu suar dan rumah-rumah keong.

Lelaki itu masih setia mendorong-dorong rakitnya ke segala sungai-sungai. Ngalir susuri hilir. Tak sampai-sampai ke muara. Sigra milir sang getek sinangga bajul. Menabur mantram panggili segala buaya. Engkau mahluk manis baringkan buntingmu, dalam ketubanmu akan kutemu segenap rahasia lambang-lambang.

Sigra milir. Lelaki itu berdiri di tengah rakit, tegak dengan tombak dan kapak, menyisir hilir. Akulah penyair penjaga sungai kata-kata. Akulah penyair penakluk buaya!

                                                                                                                                  (Ngawi, kedungdani-kedung glagah)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline