Lihat ke Halaman Asli

Prasetiyo

Write For People

Keong dan Suksesnya Dato' Seri Syamsul Arifin

Diperbarui: 9 Desember 2020   12:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua Umum Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) Dato' Seri H. Syamsul Arifin, SE (foto. FKWI/Prasetiyo)

Tidak ada yang memungkiri, nama Dato' Seri H. Syamsul Arifin, S.E seperti sudah melegenda di kalangan masyarakat Sumatera Utara. Bukan karena pencitraannya bolak-balik diliput oleh media massa, atau karena pernah tersandung saat menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara kala itu. Melainkan eksistensinya di organisasi dan kehadirannya di berbagai kegiatan sebagai tamu khusus tetap berjalan hingga saat ini, secara rutin.

Pencapaian karir dan elektabilitas yang stabil dari sosok dengan gelar Datuk Lelawangsa Sri Hidayatullah Putera Melayu sahabat semua suku ini, ternyata bukan berjalan dengan begitu saja. Ada sebuah 'amalan' (red. strategi) khusus yang dilakukannya agar segala urusan tetap berjalan mulus.

"Keong (red. siput) ini ilmu saya," ungkap Syamsul Arifin berterus terang, Jumat malam pekan lalu dalam sebuah acara di Kota Medan. Percaya atau tidak, satu ruangan langsung hening. Menduga-duga bahwa keong yang dimaksud merupakan binatang yang sengaja dipelihara, atau keong dijadikan menu khusus untuk disantap, sebagai dugaan alternatif. Bahkan, kekocakan Syamsul Arifin menghilang. Mimiknya berubah datar, menandakan apa yang dikatakannya adalah pengakuan.

Seakan mampu membaca pikiran, Syamsul lekas melanjutkan pernyataanya tadi. Keong yang dimaksudnya adalah hewan sebenarnya. Lelaki kelahiran Kota Medan, 25 September 1952 silam, menjadikan hewan bercangkang tersebut sebagai filosofi hidupnya.

"Lihat keong itu di batang pisang, pelan-pelan dia berjalan. Kalau ada suara bisik ilalang kena angin, dia diam. Lalu dikeluarkan antenanya. kalau sudah aman, dia jalan lagi hingga ke pucuk," ucap Syamsul Arifin.

Melalui seekor keong, Syamsul belajar bahwa hidup tidak perlu terburu-buru. Melainkan mampu membaca situasi, memanfaatkan peluang dan tidak memaksakan diri untuk melawan arus. Hal itulah yang dilakukannya sejak meniti karir sebagai pedagang kue, pengurus di berbagai organisasi, lalu menjadi Anggota DPRD Kabupaten Langkat selama 10 tahun, kemudian menjadi Bupati Langkat selama 9 tahun 8 bulan. Puncaknya, menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara selama 4 tahun 7 bulan.

Bahkan, saat mendekam di Rutan Salemba dan Suka Miskin. Ilmu keong tetap menjadi andalannya. Baik dalam sorotan kamera para wartawan, publik maupun keluarga, Syamsul terlihat tenang dan sehat menghadapi permasalahan yang menimpanya kala itu. Meskipun ada perasaan lain yang ia sembunyikan, sebenarnya. Syamsul Arifin meyakini bahwa segala yang dialaminya merupakan proses wajib untuk dilalui, agar dapat bangkit dengan kondisi yang lebih lagi.

Ya, secara sederhana filosofi keong yang dianut olehnya membagikan pesan bahwa tidak ada cara yang praktis dalam mencapat suatu kesusksesan. Melainkan  ada perjuangan yang harus ditempuh, dengan tetap menikmati perjalanannya.

"Kalau adanya ubi, ya makan ubilah dahulu. Jangan nunggu datang keju," petuah Ketua Umum Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline