Lihat ke Halaman Asli

Masa Ke'kini'an

Diperbarui: 22 Mei 2016   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemajuan teknologi merupakan suatu peradaban dari peralihan generasi, yang tentunya sangat membantu kelangsungan hidup manusia dan mahluk-mahluk di bumi. Namun bagaimana kita menyikapi jaman di mana ‘tak perlu lagi bersusah payah pergi ke telephone umum untuk berkomunikasi karena saat ini bisa dilakukan dalam satu genggaman tangan’ secara bijak, that’s the point. Bertahun-tahun lalu beberapa Ilmuwan dunia sudah memprediksikan tentang kemajuan teknologi di masa depan, sekaligus dampak sosial dan psikis manusia.  Einstein pernah mengatakan bahwa :

 ‘Aku takut suatu hari teknologi akan melampaui interaksi manusia. Dunia akan memiliki generasi idiot'

 Einteins mengeluarkan pernyataan tersebut berpuluh-puluh tahun lalu, pada masa-masa Perang Dunia yang teknologi saat itu hanya sebatas radio pemancar dan kompas. Dan ‘ramalan’ sang ilmuwan adalah kebenenaran dari fenomena yang terjadi saat ini. Kita cenderung berlomba-lomba untuk menunjukkan eksistensi diri di hadapan orang lain, menunjukkan sisi kekinian demi mendapatkan pencapaian dari apa yang disebut pengakuan.

Media sosial adalah terobosan mutakhir sekaligus pelaku utama dari sekian banyak problematika dunia. Begitu mudahnya mendapatkan informasi terbaru tanpa perlu membuka koran, majalah atau menonton televisi hanya dengan menscrol layar smartphone atau kursor mouse. Tentu saja sisi positifnya adalah menghemat waktu di sela kesibukan. 

Kita tidak hanya berfokus pada informasi umum saja namun apa yang orang lain lakukan adalah ‘informasi’ yang selalu ingin diketahui. Secara tidak langsung dan tanpa disadari sebagian besar dari kita ingin tahu banyak hal tentang orang lain, sikap tersebut dikenal dengan istilah kepo. Sifat naluriah dari manusia adalah selalu ingin mencari tahu, namun bagaimana sifat ingin tahu itu justru berdampak negatif terhadap psikis seseorang, adalah di saat seseorang menggunakan media sosial lebih banyak untuk memperhatikan orang lain. 

Mulai dari apa aktifitas yang mereka lakukan, makanan apa yang mereka makan, mereka pergi ke mana, dan hanya dengan memberi hastag #ootd (outfit of the day) seseorang akan tahu baju apa yang mereka kenakan saat itu. Tak hanya sampai disitu, timbul lah keingian untuk mengikuti apa yang di tampilkan di media sosial dan mengaplikasikan pada diri sendiri, sehingga muncul sikap membanding-bandingkan diri sendiri dan orang lain. Belum lagi untuk followers sejati seorang Selebriti, para Seleb ini dijadikan sebagai kiblat oleh para fansnya bahwa apa yang mereka kenakan atau gunakan sudah dipastikan bagus dan layak untuk diikuti. Semua terjebak dalam lingkaran Eksistensialisme yang seakan tak mengenal kata habis.

Salah satu penemuan paling mutakhir dari sekian banyak teknologi saat ini, sekaligus mencuatkan kekhawatiran pada saat yang sama, adalah dengan adanya mesin pencari Google. Setiap saat hampir semua orang terbantukan dengan keberadaan Google, apapun dapat diakes, dari yang tidak tahu menjadi tahu dan pergi ke tempat jauh tanpa takut tersesat dengan menggunakan Google Maps. Di sisi lain, atau lebih tepatnya sesuatu yang disayangkan, bahwa anak-anak yang lahir dan berkembang di generasi saat ini suatu saat akan menjadi generasi instan, yang belum tentu tahu cara mencari dan mempelajari sesuatu dengan manual tanpa internet serta belajar dengan menggunakan buku tanpa harus di googling terlebih dahulu. 

Terlebih banyak konten yang ada di internet yang belum sepantasnya di ketahui oleh anak-anak namun dapat diakses dengan mudahnya.Tak ada yang salah dari berkembangnya anak-anak di era modern, karena yang punya peranan besar untuk menyikapi serta memberi edukasi dari kemajuan teknologi yang semakin melesat adalah orang tua.

Internet dan Media Sosial hanyalah sebuah jaringan di dunia maya, yang dihuni oleh orang-orang nyata. Dalam kesimpulan sederhana bahwa manusia adalah pengendali dari dunia maya, tapi yang menggelitik saat ini adalah manusia mengendalikan,  memainkan namun mengapa seseorang yang acap kali Baper menggunakan media sosial, segala hal dijadikan keseriusan hingga kerap timbul konflik yang dibuatnya sendiri. Social Media it’s Fun, Just it! 

Setinggi apapun teknologi berkembang Manusia seharusnya tetap menjadi mahluk sosial yang bagaimanapun modernnya zaman ini namun tidak tergerus oleh arus kekinian yang terlalu. Sisi humanisme seseorang harus tetap ada sebagai simbol bahwa kita bukanlah zombie teknologi. Kesederhanaan harus tetap tertanam pada diri sendiri sebagai tameng bahwa kita adalah manusia prinsipil yang tak melulu menjadi seorang followers.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline