Lihat ke Halaman Asli

Tiwi Fadlilatul Azna

Mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam, UIN Walisongo Semarang

Anak Pertama

Diperbarui: 11 Desember 2019   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Nada harapan terayun menuju angkasa raya
Alam seolah mendukung asa melangit tinggi diatas sana
Bait-bait cinta ini untukmu wahai anak pertama
Ini hanya rangkaian kata sederhana
Ladang bukti penerang nyata
Agar sedikit menjadi pengingat, banyak mimpi yang belum terlaksana

Hari ini, sama seperti hari-hari yang lalu
Andai dapat memilih tentu teringin aku menjadi si bungsu
Si kecil manja yang girang hati meminta apapun yang di mau
Namun, hal yang nyata aku tetaplah aku
Aku yang harus lebih dewasa guna patut ditiru oleh adikku 

Segudang tanggung jawab tertumpang nyata dibahu
Akan sukses maju atau hanya menjadi benalu
Lihat dan rasakan perjuangan orang tua yg tiada semu
Sesekali sanubariku terdiam kemudian menggerutu
Akan tetapi itu tiada mampu, mengubah ruang maupun waktu

Lantas, apakah itu akan menghambatmu? Tidak, wahai pejuang tangguh
Bahagiakan bapak ibu, buktikan bahwa mereka berjaya mendidik dan mengasuh
Ibarat euforia diufuk barat yang selalu patuh
Laksanakan tanpa mengeluh, sebelum tiba masa rimpuh
Akan menyesal dikau ketika Tuhan mengutus Cakrawala dan bagaskara jatuh kemudian runtuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline