Lihat ke Halaman Asli

Tivana Fachrian

Coupleblogger

"Taare Zameen Par (2007)" Sebuah Film yang Meluapkan Suara Hati Penyandang Disleksia

Diperbarui: 20 Mei 2020   00:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Taare Zameen Par | Image from IMDb

Taare Zameen Par berarti Bagai Bintang Kecil di Bumi merupakan sebuah film India produksi 2007 dan disutradarai oleh Amole Gupte serta Aamir Khan; sekaligus juga berperan sebagai seorang guru seni di sebuah sekolah asrama.

Film ini menceritakan kisah seorang anak disleksia bernama Ishaan Nandkishor Awasthi. Anak ini selalu dicap sebagai anak nakal, idiot, bodoh, pemalas, bahkan tak waras sebab dia tidak dapat melakukan hal-hal simpel yang anak seusianya bisa lakukan dengan baik seperti membaca, menulis, mengikat tali sepatu, membetulkan kancing baju dan lain sebagainya. Cara pemikirannya pun unik dan berbeda, sering kali anak ini terlihat berbicara sendiri, bergaduh dengan benda mati atau terlihat tertawa dan marah tiba-tiba.

Sedangkan orangtuanya terutama sang ayah selalu memaksanya melakukan hal-hal yang dia tidak bisa tersebut karena terlalu mengkhawatirkan masa depannya, ditambah lagi kakak laki-laki Ishaan merupakan seorang anak yang sangat berprestasi, ini membuat kedua orangtuanya menginginkan supaya Ishaan dapat tumbuh menjadi segemilang sang kakak.

Akibatnya, orangtua yang semestinya menjadi tempat berlindung anak malah menjadi tambahan tekanan dalam hidupnya. Film ini bagaikan tamparan yang keras untuk membuat kita membuka mata dan lebih peduli terhadap anak-anak di sekitar kita; apakah kita betul-betul telah memperlakukan mereka dengan sebaik mungkin.

Apa yang film ini ajarkan kepada kita? Pernahkah anda membayangkan bagaimana rasanya menjadi mereka para penyandang disleksia?

Pertama, dari film ini kita bisa "mengintip" sudut pandang mereka sebagaimana film ini mengambil sudut pandang Ishaan, seolah kita diajak untuk merasakan bagaimana terus tertekan; diminta membaca dan menulis sedangkan tulisan tersebut seakan tampak menari-nari dan berantakan di mata kita, di-bully dan ditertawakan, dijauhi oleh teman, dan yang lain.

Di sini pula dijelaskan bahwa para disleksia ini biasanya memilih untuk menutup kelemahannya dengan melakukan hal-hal nakal dan konyol. 

Disebutkan oleh Marie Lunney, seorang terapis bahasa, bahwa gejala dari disleksia diantaranya adalah kesulitan membaca, ketidakmampuan menulis, ketidakpercayaan diri atau masalah perilaku serta kesulitan dalam mengorganisir dan mengatur perkiraan waktu.

Apa akibat dari tekanan berlebihan yang ditampakkan dalam film ini?

Diceritakan juga, pada mulanya Ishaan sangat suka melukis, namun dengan tekanan dari orangtua dan lingkungannya yang menginginkan dia bisa membaca, menulis dan belajar dengan baik serta kurangnya apresiasi terhadap bakat melukisnya telah membuat dia merasa tak berguna, sampai akhirnya dia memutuskan untuk berhenti, tak mau melukis lagi. 

Sangat menyedihkan, kita harus terus teringat bahwa setiap anak di dunia ini dilahirkan istimewa. Seperti kutipan Albert Einstein "Setiap orang itu jenius. Tapi jika kamu menilai seekor ikan dalam kemampuannya memanjat pohon, maka ia akan selamanya percaya begitu bodohnya dirinya", sebagai informasi Einstein juga ternyata adalah seorang penyandang disleksia, ini membuktikan betapa orang-orang dengan masalah ini juga bisa sukses dan gemilang. 

Jika anda adalah orangtua dari anak disleksia, anda tak perlu khawatir, jadilah orangtua yang baik; yang selalu mendukung anak-anak anda mencapai kesuksesan dalam bidang yang diinginkan dan dikuasainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline