Membuka mata, menyentuh hati dan merangkul jiwa. Itulah peran guru dalam rangka menempa masa depan bangsa ini. Pemerintah dan masyarakat juga sudah mulai menyadari hal ini, lalu memberikan apresiasi luar biasa terhadap para guru. Salah satu buktinya adalah kenaikan anggaran di bidang pendidikan. Berdasarkan laporan terbaru Education Public Expenditure Review dari Bank Dunia (World Bank) di bawah pola pembiayaan pendidikan di Indonesia saat ini, porsi anggaran yang cukup besar dialokasikan untuk membayar gaji guru serta membiayai program sertifikasi guru. Dengan fakta di atas, tak heran pula jika sekarang ini profesi guru tidak lagi dipandang sebelah mata dan semakin diminati.
Apakah semakin banyak, semakin diminati, dan semakin sejahtera berarti semakin baik? Tunggu dulu. Jawabannya tidaklah sesederhana itu. Kita memang tidak tinggal dalam dunia yang ideal. Seringkali apa yang kita damba jauh dari apa yang nyata. Namun, ada satu hal penting yang dapat mendorong dan mempengaruhi segala tindakan yang dilakukan oleh manusia. Itulah yang kita sebut dengan motivasi. Motivasi memainkan peran penting dalam membangun integritas dan kapabilitas profesi seseorang. Hal ini juga terkait dengan keadaan dan peran para guru. Motivasi yang tepat akan menjadikan seorang guru inspirator bagi murid-muridnya. Menurut Abraham Maslow dengan teori Heararkhi kebutuhan, ada lima hal atau lima lapisan yang menjadi dasar motivasi bagi setiap orang. Dasar motivasi tersebut juga dapat menjadi dasar motivasi para guru yang mempengaruhi integeritas dalam profesinya.
Lapis pertama adalah motivasi fisiologis. Biasanya motivasi ini hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis seperti makan, minum, istirahat, bersenang-senang, bahkan tujuan seksualitas. Guru yang berada pada lapis ini adalah guru yang hanya ingin memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya saja. Ia hanya berharap mendapat gaji untuk makan dan minum. Ia hanya berharap dapat bekerja dengan cukup santai. Bahkan parahnya, ada guru yang tega menyalurkan hasrat seksual saat menjalankan tugasnya sebagai guru. Tak heran jika kita menemukan ada oknum guru yang melakukan kasus kekerasan dan pelecehan terhadap murid. Tak salah memang jika ada guru yang berada pada lapis ini, karena motivasi adalah kebebasan bagi setiap individu. Namun, kita berharap bahwa guru-guru kita tidak terjebak pada lapis ini, karena lapis ini terlalu dangkal untuk sebuah profesi yang sejatinya bisa menggapai bintang.
Lapis kedua adalah motivasi rasa aman. Motivasi ini bertujuan untuk mendapatkan rasa aman baik secara fisik maupun secara emosional. Contoh guru yang masuk kedalam kategori ini adalah mereka yang hanya berharap menjadi PNS agar mendapat rasa aman di masa-masa selanjutnya dengan bergantung pada dana pensiun. Sebenarnya, yang perlu menjadi perhatian kita adalah maraknya kasus penyuapan untuk menjadi seorang PNS. Kasus ini harus dijauhkan sejauh mungkin dari para guru. Seperti yang kita ketahui guru mempunyai peran yang sangat besar untuk membentuk karakter bangsa. Jika dari awal guru sudah terbentuk dengan mental penyuap dan pembohong, bagaimana mental murid yang akan dibentuk nantinya? Kita setuju bahwa ketidak jujuran bukanlah sebuah inspiriasi yang mencerahkan, melainkan sebuah alat yang menuntun kita kepada kegelapan. Para guru harus sadar bahwa di depan murid terdapat suatu jalan membentang, yang penuh penghalang. Mereka harus membantu sang murid keluar dari comfortzone atau rasa aman. Seharusnya guru harus memulai dari dirinya dahulu sebelum mengarahkan para muridnya.
Lapis ketiga adalah motivasi sosial. Motivasi ini bertujuan untuk mendapat penerimaan, status dan relasi. Tak sedikit orang yang menjadi guru hanya karena ingin mendapat status dan relasi. Terdapat beberapa kasus dimana seseorang terpaksa menjadi guru, hanya karena gagal atau tidak diterima dalam bidang lain. Istilah yang sering diberikan untuk kasus ini adalah ‘terpeleset’, karena kondisi tersebut membuat orang jatuh terpeleset sehingga guru menjadi pilihan terakhir. Ia pun tetap memperjuangkan profesi ini, sehingga ia bisa diterima dalam masyarakat luas. Memang tidak mudah menerima sesuatu yang berawal dari penolakan. Akan tetapi, seharusnya hal ini tidak membuat guru berhenti pada lapis ini. Menjadi guru bukan hanya sebuah status melainkan sebuah anugerah dan panggilan hidup.
Lapis keempat adalah motivasi penghargaan. Motivasi ini bertujuan untuk mendapatkan penghargaan baik secara internal maupun eksternal. Bisa dibilang guru yang ada dilapis ini adalah guru yang penuh semangat dan kontribusinya dalam dunia pendidikan adalah nyata. Motivasi ini juga sedang bermekaran di Indonesia karena pemerintah sedang memberi pupuk stimulus yang disebut dengan sertifikasi. Kesejahteraan guru terus pun terus ditingkatkan melalui tunjangan sertifikasi. Akan tetapi, program peningkatan kesejahteraan tersebut bisa menjadi bumerang. Hal ini membuat guru bukan semakin tinggi mengabdi tetapi malah materialistis. Ini berarti guru justru kembali ke lapis satu yaitu motivasi fisiologis. Jangan sampai program sertifikasi malah membuat guru terjebak dalam belenggu tersebut. Perlu diingat bahwa indikator keberhasilan guru adalah siswa. Sejauh ini program peningkatan kualitas guru terus dilakukan, tetapi belum terlihat adanya peningkatan kualitas murid secara signifikan. Keadaan ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi para guru.
Lapis kelima adalah motivasi aktualisasi diri. Motivasi ini bertujuan untuk mengekspresikan diri dan menggali potensi. Guru pada lapis ini bisa dibilang akan memberikan segala yang terbaik dalam rangka menunjukan dirinya. Baginya menjadi guru adalah cita-cita dan tujuan hidupnya. Ini adalah motivasi yang membuat guru menjadi tangguh dalam menghadapi segala rintangan ditengah arus zaman maupun sistem pendidikan yang cukup membingungkan. Motivasi ini yang mendorong para guru untuk terus berinovasi walaupun sering kali terbatas oleh kurikulum-kurikulum yang ada. Mereka juga tidak akan pernah berhenti menjadi murid, karena mereka akan terus belajar sekalipun menjadi seorang guru.
Motivasi-motivasi diatas telah mewakili berbagai motivasi guru. Namun, sebenarnya masih ada satu motivasi yang penting untuk dimiliki oleh semua guru. Motivasi ini begitu sederhana, menginspirasi, dan membuat seseorang akan terus berjuang dengan cara-cara yang positif. Motivasi inilah yang disebut dengan motivasi cinta.
Saat ini adalah era globalisasi dimana segala sesuatunya dapat diakses dengan mudah melalui segala teknologi yang ada. Peran guru pun dengan mudah tergeser dengan berbagai macam media dan fasilitas yang semakin maju. Para siswa bisa mendapat pengetahuan yang luas, mudah dan terbaru melalui internet dan gadget yang canggih. Akan tetapi, ada satu hal yang sebenarnya tak akan pernah bisa digantikan oleh teknologi apa pun. Itulah sisi manusia dari seorang guru, manusia yang penuh cinta. Guru bukan hanya sekedar mesin fotocopi yang menyalin seluruh ilmunya kepada sang murid.
Guru dengan motivasi cinta akan terus membangun rasa emosional dengan murid supaya murid semangat untuk terus belajar. Dunia sekarang ini adalah dunia yang jahat. Tingkat persaingan semakin tinggi. Masalah yang dihadapi para siswa bukan lagi hanya sebatas materi dalam textbook, melainkan perjuangan untuk melawan dunia yang jahat ini. Inilah salah satu peran guru yang tak dapat digantikan oleh berbagai macam teknologi yang ada. Disini guru diuji kemampuanya untuk terus mendorong para muridnya untuk terus maju. Ia harus terus menginspirasi para siswanya untuk mengubah dunia yang jahat ini menjadi tempat yang indah dan penuh kedamaian.
Guru yang penuh cinta tidak hanya mengajar dengan mulut tetapi dengan hati. Mereka tidak hanya berbicara panjang lebar di depan siswa menggunakan alat tulis. Mereka tidak hanya bangga dengan siswa-siwa yang mendapat nilai tinggi, disiplin belajar, rapi, dan hafal semua materi yang ada. Walaupun Ujian nasional dan ujian masuk perguruan tinggi merupakan ujian rumus dan materi, guru dengan motivasi cinta biasanya sadar bahwa pusat pembelajaran tidak hanya ada di kepala manusia (brain memory). Bagi mereka memori tak hanya ada di kepala melainkan ada di jiwa dan seluruh tubuh manusia. Guru ini tidak hanya sekedar mengeajarkan soft skill dan hard skill, tetapi juga mengajarkan tentang life skill. Mereka biasanya toleran dan tahu benar bagaimana caranya menghadapi karakter murid yang berbeda-beda. Cinta selalu membuat mereka mengerti. Mereka tidak akan memaksa semua murid untuk jadi yang terbaik dengan kemampuan yang sama. Yang dilakukan oleh guru motivasi cinta adalah menemukan setiap perbedaan yang ada pada muridnya dan mengembangkan perbedaan itu menjadi potensi yang baru.