Penasaran untuk menjawab pertanyaan tentang bagaiamana cara membedakan yang semu dan yang sejati, bagaimana cara mengidentifikasi antara yang samar dan sesungguhnya, bagaimana mengetahui mana yang palsu dan yang asli, khususnya segala bentuk, rupa dan kamuflase yang diperagakan oleh manusia, adalah menarik untuk mencoba menjawab tentang bagaimana cara membaca dan menyingkap tabir seorang seniman penipuan dan ilusionis politik yang termahir di dunia, yaitu manusia
Kawan saya pernah menyampaikan sebuah pernyataan yang diucapkan oleh master silat dari cerita silat bersambung kegemarannya, “lalu lalang di depan mata, berubah-ubah berganti rupa. Barangsiapa dapat menangkap maknanya, dialah manusia berguna ganda.”
Di dunia ini, pada tiga kategori makhluk yang hidup di dalamnya, berlaku tiga hukum pengatur peristiwa. Pada tumbuhan, berlaku hukum tabur-tuai dan berlaku siklus benih-tumbuh-buah-mati. Pada hewan, berlaku hukum yang kuat memakan yang lemah dan berlaku siklus lahir-dewasa-beranak-tua-mati. Pada manusia, terjadilah kedua hukum dan siklus yang berlaku pada hewan dan tumbuhan.
Namun, pada manusia ada satu tambahan lagi, yaitu hukum sosial dan siklus sosial. Hukum sosial dimaksud adalah hukum dagang, dimana ada barang, ada uang, yang ujung-ujungnya duit. Hukum sosial adalah hukum kekuasaan yang menjelaskan bahwa kedudukan seseorang dalam masyarakat berada di antara kontinum ada pemimpin, ada pengikut.
Pada sisi siklus, terjadi siklus wirausaha yang menjadi dinamisator hukum dagang berdasarkan kalkulasi untung-rugi dalam siklus inovasi-industrialisasi-kejenuhan pasar-lesu ekonomi. Berikutnya adalah siklus politik sebagai dinamisator dari hukum kekuasaan dimana perjalanan seseorang pemimpin dimulai dari keadaan tanpa pengikut-tanpa kekuasaan menjadi tokoh panutan hingga memegang kekuasaan.
Meskipun secara hakiki, setiap manusia adalah sama, sederajat dan semartabat, namun manusia terlahir dalam konteks sosial yang berbeda-beda, dalam ukuran derajat kecukupan dan kekurangan yang tidak sama. Beranjak dari sini terciptalah ruang relatifitas dan kesenjangan sosial. Di tanah relatifitas ini dan kesenjangan yang subur inilah maka kehidupan manusia yang dipengaruhi oleh kebengisan hewani mengemuka mewarnai tingkah laku sosial dan kiprah politiknya.
Segala jurus politik yang dikembangkan manusia dapat ditelusur dari cara binatang bertarung dan berlindung. Menyerang gagah berani seperti singa, semprot-lari seperti cumi-cumi, berganti warna kulit seperti bunglon, mengibarkan bulu ekor seperti merak jantan merayu betinanya. Segala bentuk teknik tipu dan tarung manusia dapat dengan jelas dikaji melalui observasi tingkah laku hewan dalam mencari makan, menjaga teritori kekuasaannya, menjaga keluarganya, bersaing memperebutkan pasangannya dan saat terancam jiwanya.
Ketika pikiran manusia terjebak dalam perjuangan politik yang tak ubahnya berupa suatu peperangan yang berpijak pada hukum hewani, maka semua manusia yang terlibat dalam kancah tarung itu akan bertindak atas keyakinan sebagaimana yang dituliskan oleh Robert Greene, “Anda harus menguasai penyesatan, manipulasi penampilan serta persepsi… - suatu ketrampilan berharga yang mungkin diterapkan terhadap segala aspek perang sehari-hari.” (Grenee, 2007).
Pada dunia nyata manusia hidup dalam masyarakat sosial yang relatif dan senjang, kebenaran dan kenyataan menjadi terlalu sederhana sekaligus berbahaya untuk diungkapkan apa adanya. Yang lemah harus melindungi diri dari yang kuat dan yang kuat harus berupaya apa pun untuk menjaga serta meningkatkan derajat kekuasaannya. Baik kekuatan maupun kelemahan sebenarnya harus disamarkan, dimanipulasi sesuai keadaan, dikaburkan sedemikian rupa sehingga mengurangi kadar ancaman.
Demi tujuan ini manusia harus mahir mengatur kekuatannya dan mengubah penampilannya. Bagi para pemain kekuasaan di wilayah militer, ini berarti harus mengatur kadar kekuatan angkatan perangnya sebagai variabel terkendali yang dapat dipengaruhi olehnya. Sementara itu, manipulasi penampilan atau pengelolaan citra politik adalah variabel terkendali yang senantiasa dimainkan oleh para pemain kekuasaan di wilayah sipil.
Merenung dan membedah kebenaran perlu dilakukan guna membantu penalaran dan akal sehat saat melihat penampilan pelaku politik yang berubah-ubah di depan mata berganti rupa. Agar tak terjebak dan tetap jernih, maka pertanyaan refleksi ini perlu direnungi. Antara satu wajah seribu topeng, dengan satu badan banyak baju, anda pilih yang mana, anda termasuk yang mana, anda terampil menerapkan yang mana, bila Anda menerapkannya demi tujuan apa?