Lihat ke Halaman Asli

Titus Roidanto

Ngaji Kitab Suci, Ngaji Diri

Rabu Abu, Puasa, dan Pantang, Mengerti Apa yang Aku Imani

Diperbarui: 11 April 2021   09:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

RABU ABU, PUASA, DAN PANTANG, MENGERTI APA YANG AKU IMANI (SERIAL PENGETAHUAN SABDA)
Dalam gereja Kristen tradisi/ritus barat (termasuk Gereja Katolik Roma dan Protestanisme), Rabu Abu adalah hari pertama masa Pra-Paskah dalam liturgi tahunan gerejawi. Hari ini ditentukan jatuh pada hari Rabu, 40 hari sebelum hari Paskah tanpa menghitung hari-hari Minggu, atau 44 hari (termasuk hari Minggu) sebelum hari Jumat Agung. 

Pada hari itu umat yang datang ke Gereja dahinya diberi tanda salib dari abu sebagai simbol upacara ini. Simbol ini mengingatkan umat akan ritual Israel kuno di mana seseorang menabur abu di atas kepalanya atau di seluruh tubuhnya sebagai tanda kesedihan, penyesalan dan pertobatan (misalnya seperti dalam Kitab Ester, yaitu Ester 4:1, 3). Dalam Mazmur 102:10 penyesalan juga digambarkan dengan "memakan abu":

"Sebab aku makan abu seperti roti, dan mencampur minumanku dengan tangisan."

Biasanya pemberian tanda tersebut disertai dengan ucapan, "Bertobatlah dan percayalah pada Injil." Seringkali pada hari ini bacaan di Gereja diambil dari Alkitab bagian kitab 2 Samuel 11-12, perihal raja Daud yang berzinah dan bertobat. Banyak orang Kristiani  menganggap hari Rabu Abu sebagai hari untuk mengingat kefanaan seseorang. Pada hari ini umat Kristiani  berusia 18--59 tahun diwajibkan berpuasa, dengan batasan makan kenyang paling banyak satu kali, dan berpantang. 

Di banyak negara berkebudayaan Katolik Roma di Eropa dan Amerika, Rabu Abu didahului masa karnaval (termasuk misalnya Mardi Gras) yang berakhir pada hari Selasa, sehari sebelum Rabu Abu. Rabu Abu adalah hari pertama Masa Prapaska, yang menandai bahwa kita memasuki masa tobat 40 hari sebelum Paska. Angka "40 selalu mempunyai makna rohani sebagai lamanya persiapan. Misalnya, Musa berpuasa 40 hari lamanya sebelum menerima Sepuluh Perintah Allah (lih. Kel 34:28), demikian pula Nabi Elia (lih. 1 raj 19:8). Tuhan Yesus sendiri juga berpuasa selama 40 hari 40 malam di padang gurun sebelum memulai pewartaan-Nya (lih. Mat 4:2).

1. Mengapa hari Rabu?
Nah, Gereja  menerapkan puasa ini selama 6 hari dalam seminggu (hari Minggu tidak dihitung, karena hari Minggu dianggap sebagai peringatan Kebangkitan Yesus), maka masa Puasa berlangsung selama 6 minggu ditambah 4 hari, sehingga genap 40 hari. Dengan demikian, hari pertama puasa jatuh pada hari Rabu. (Paskah terjadi hari Minggu, dikurangi 36 hari (6 minggu), lalu dikurangi lagi 4 hari, dihitung mundur, jatuh pada hari Rabu). Jadi penentuan awal masa Prapaska pada hari Rabu disebabkan karena penghitungan 40 hari sebelum hari Minggu Paska, tanpa menghitung hari Minggu.

2. Mengapa Rabu "Abu"?
Abu adalah tanda pertobatan. Kitab Suci mengisahkan abu sebagai tanda pertobatan, misalnya pada pertobatan Niniwe (lih. Yun 3:6). Di atas semua itu, kita diingatkan bahwa kita ini diciptakan dari debu tanah (Lih. Kej 2:7), dan suatu saat nanti kita akan mati dan kembali menjadi debu. Olah karena itu, pada saat menerima abu di gereja, kita mendengar ucapan dari Romo/Pendeta , "Bertobatlah, dan percayalah kepada Injil" atau, "Kamu adalah debu dan akan kembali menjadi debu" (you are dust, and to dust you shall return)."

3. Tradisi Ambrosian
Namun demikian, ada tradisi Ambrosian yang diterapkan di beberapa keuskupan di Italia, yang menghitung Masa Prapaskah selama 6 minggu, termasuk hari Minggunya, di mana kemudian hari Jumat Agung dan Sabtu Sucinya tidak diadakan perayaan Ekaristi, demi merayakan dengan lebih khidmat Perayaan Paskah.

SEJARAH DAN MAKNA RABU ABU
Umat Israel mengenal hari pengampunan yang disebut Yom Kippur. Ritus pertobatannya dalam bentuk berpuasa, menyobek pakaian, berpakaian karung kasar, menaburi kepala dengan abu dan belutut atau duduk di tanah sambil menangis di hadapan Yahwe. Sesudah itu seluruh umat duduk dalam diam sambil tetap berpuasa, meratap dan bersedih dalam penyesalan yang mendalam atas dosa-dosa. 

Upacara liturgis itu disertai dengan kata-kata yang intinya umat menyerahkan diri sepenuhnya pada perlindungan Yahwe. Pada umumnya, terlebih sesudah masa pembuangan, waktu itu ada pula pengakuan kolektif atau pertobatan masal oleh seluruh umat atau diwakili oleh para pemimpinnya di mana mereka mengakui kesalahan dan mohon pengampunan dari Yahwe. . Dalam liturgi tobat pada perayaan Yom Kippur tersebut umat menyatakan diri lagi atau membarui niatnya untuk kembali kepada Yahwe. Mereka bertobat dengan sepenuh hati, sebab mereka percaya bahwa Allah mengampuni orang yang hatinya remuk redam (Mzm 51:9). 

Pengampunan dosa dihayati atau dirasakan sebagai penyembuhan (Yer 3:22); sebagai pembersihan (Mzm 51:4) atau pentahiran (Yeh 36:25) dan sebagai penganugerahan hati yang baru (Yer 24:7; Yeh 36:26). Yom Kippur (Hebrew: atau , IPA: [jom kipur]), disebut hari pertobatan dan silih yang dirayakan dengan cara berpuasa dan berdoa. Yom dalam bahasa Ibrani artinya "hari" dan Kippur berasal dari akar kata yang artinya "menutup" atau "menyembunyikan" dan arti kedua adalah "menghapus" (dosa-dosa) sehingga disebut hari pengampunan. Ada pendapat lain yang menghubungkan Kippur dengan kapporet yang artinya "kursi kerahiman" Penggunaan abu sebagai ritus pertobatan terdapat di banyak bagian Kitab suci PL. Dalam Kitab Ester, Mordekhai mengenakan kain kabung dan abu ketika ia mendengar perintah Raja Ahasyweros (485-464 SM) dari Persia untuk membunuh semua orang Yahudi dalam kerajaan Persia (Est 4:1). Ayub menyatakan sesalnya dengan duduk dalam debu dan abu (Ayb 42:6). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline