Berkunjung ke kelenteng bukan pertama kalinya bagi saya. Biasanya hanya berkeliling dan sekedar berfoto. Namun beberapa hari yang lalu, perjalanan mengikuti walking tour dengan rute Chinatown, tepatnya daerah Glodok memberikan pengalaman dan pengetahuan yang berharga untuk saya.
Sesuai dengan namanya, Chinatown memiliki banyak kelenteng yang terletak di beberapa bagian kawasan ini. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah sebuah kelenteng bernama Toa Se Bio. Letaknya di Jalan Kemenangan, seberang sekolah Ricci.
Toa Se Bio memiliki arti tersendiri. Toa Se artinya pesan, sedangkan Bio artinya kelenteng. Jadi Toa Se Bio dapat diartikan sebagai kelenteng yang membawa pesan bagi umatnya. Merupakan salah satu kelenteng tertua di Jakarta, kelenteng ini memiliki sejarah panjang sejak dibangun pada tahun 1751.
Sebelumnya, kelenteng ini sempat terbakar saat peristiwa Angke tahun 1740an, yaitu pembakaran massal dan pembantaian secara kejam oleh kolonial Belanda terhadap sekitar 10,000 orang etnis Tionghoa. Yang tersisa dari pembakaran dan masih ada hingga kini adalah hiolo yaitu tempat menancapkan hio setelah sembahyang yang terletak di halaman bagian depan kelenteng.
Dewa Tuan Rumah kelenteng Toa Se Bio adalah Cheng Goan Cheng Kun yang altarnya terletak di bagian utama kelenteng.
Cheng Goan Cheng Kun adalah adalah dewa yang menjaga masyarakat Tionghoa dari musibah yang berkaitan dengan air. Sehingga masyarakat Tionghoa percaya dewa tuan rumah akan melindungi mereka dari bencana air.
Jika dilihat dari peta Batavia, kota ini memang dikelilingi perairan baik di bagian timur, barat dan selatan. Sedangkan sisi utara Batavia adalah Laut Jawa.
Kelenteng ini memiliki banyak altar dengan fungsi yang berbeda dan diberikan nomor serta nama untuk mempermudah. Jika diperhatikan, di kelenteng akan kita temukan lilin-lilin atau juga lampu minyak yang diberikan nama, bisa pribadi, keluarga ataupun perusahaan.
Lilin sembayang ini sebagai bentuk doa kepada Tuhan agar selama menjalani hidup, kita selalu diberikan kelancaran dan karunia oleh Tuhan Yang Maha Esa. Harga lilin ini berbeda-beda tergantung ukurannya.
Salah satu yang menarik dari lampu minyak di kelenteng ini adalah tampilannya yang disusun rapi berbentuk pagoda. Lilin disinipun lebih modern dibandingkan dengan lilin-lilin di kelenteng lain yang saya singgahi sebelumnya.
Untuk memasuki kelenteng, sebaiknya masuk melalui bagian sebelah kiri dan keluar dari sebelah kanan. Filosofinya adalah saat masuk kelenteng, dari orang yang tidak baik, kita menjadi orang yang lebih baik saat keluar kelenteng.Di halaman samping kiri depan dari pintu masuk, kita akan menemukan beberapa tempat duduk panjang dengan tanaman-tanaman hijau menghiasi.
Toleransi beragama pun dilakukan di kelenteng ini. Saat bulan puasa, pihak kelenteng biasa memberikan tajil gratis bagi umat muslim yang berpuasa. Indah bukan.
Tidak hanya foto-foto, saya bersyukur bisa belajar banyak dari Toa Se Bio hari itu.