Lihat ke Halaman Asli

Tito Prayitno

Notaris dan PPAT

Bangsa yang Enggan Berproses

Diperbarui: 8 April 2020   23:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sepasang suami istri dari keluarga muda belia, orang tua dari sepasang gadis di bawah tiga tahun dan satu tahun, bermaksud membuat kejutan bagi buah hatinya pada ulang tahun ke tiga putri pertamanya tersebut.  Tatkala kedua putri kecilnya sudah terlelap, ayah dan ibu muda tersebut segera mengerjakan apa yang sudah disiapkan sejak sepulang mereka dari aktivitas rutin setiap hari.  Mereka bermaksud membuat kejutan bagi putrinya berupa hiasan dan dekorasi untuk ulang tahun keesokan harinya.  

Maka dengan semangat membara dan keceriaan yang bukan buatan, pasangan energik tersebut mulailah membuat dekorasi ulang tahun untuk anak-anak, yang entah kenapa dan entah untuk alasan apa, di setiap pelosok negeri lazimnya terdiri dari jajaran balon dan pita beraneka warna yang tak terhitung jumlahnya.  

Tugas sang ayahlah yang meniup balon yang tak sedikit jumlahnya tersebut, sementara sang istri hanya berlari kian kemari mempersiapkan dan menata pita warna-warni, yang pada akhirnya juga menjadi tugas sang ayah merangkap suami yang harus memasangnya di langit-langit rumah beserta balon warna-warni yang telah selesai ditiup.

Dibutuhkan energi dan keberanian yang tidak sedikit, untuk memasang pita panjang dan balon beraneka warna, di hari menjelang larut di langit-langit rumah dengan tumpuan berupa kursi yang diletakkan di atas meja, dan dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya.  Salah buatan bukan tak mungkin suami yang kelebihan energi tadi bisa terpeleset dan terbanting menghantam lantai, tanpa sang istri yang hanya punya keinginan tanpa kekuatan tersebut bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk sekedar menahan laju kecepatan jatuh sang suami akibat gravitasi.

Selesai membuat dekorasi, yang diharapkan akan membuat anaknya menjerit histeris kegirangan, ayah dan ibu muda tersebut berangkat tidur dengan riang gembira, sambil tak sabar menunggu pagi segera menjelang.  Membayangkan mata sang anak membulat saja sudah membuat segala kelelahan yang menumpuk dari pagi hingga malam sirna seketika.

Orang dewasa boleh saja berencana dan memperkirakan hasilnya, namun yang diharapkan menikmati hasilnya belum tentu sepakat dengan rencana dan perkiraan orang dewasa tadi.  Sang anak bangun di pagi hari, dan mengajak ayah serta ibunya keluar kamar, yang diikuti dengan wajah gembira ayah dan ibu.  Betapa kagetnya mereka, ternyata sambutan sang anak justru di luar dugaan.  Begitu melihat dekorasi rumahnya yang penuh balon dan pita beraneka warna, bukannya kegembiraan dan mata bulat yang dipertunjukan sang anak, melainkan wajah murka dan mata marah.  

Maka seketika pagi yang indah tersebut diawali dengan teriakan histeris dan tangisan sang anak, karena tak dilibatkan dan diajak turut serta membuat dekorasi untuk perayaan ulang tahunnya.  Tak tanggung-tanggung, anak tak tahu berterima kasih tersebut meminta semua hiasan dibongkar.  Balon dikempeskan dan ditiup ulang dan ia harus melihat bagaimana balon ditiup.  Maka atas nama seluruh orang tua di muka bumi, sang ayah dan ibu bernasib malang tersebut segera membujuk anaknya agar diam sambil membongkar seluruh hiasan dengan semangat yang tak kalah tingginya dibandingkan seperti saat memasang.  

Entah bagaimana nasib sang anak, jika hal tersebut terjadi pada saat sang anak berusia lima belas tahun.  Yang jelas pada saat itu sang ayah mengulang semua kegiatannya di malam hari, dengan ditemani sang anak yang tertawa-tawa kegirangan.  Sekali dua ia memeluk dan menciumi ayahnya.  Sekali dua juga sang ayah sengaja meniup balon hingga pecah dan membuat sang anak tertawa hingga melompat-lompat, namun membuat sang ibu murka bukan kepalang.

Sejak hari itulah, kedua oran tua tersebut mendapat pelajaran bahwa anak mereka lebih mengutamakan proses dari pada hasil, dalam artian untuk membuat sesuatu ia ingin tahu bagaimana sesuatu tersebut dibuat hingga menjadi barang yang diinginkan.  Barulah sang ayah paham, mengapa setiap dikasih mainan baik itu boneka, mobil-mobilan dan sejenisnya tak perlu menunggu hari berganti barang-barang tersebut sudah patah mematah.  Sebab sang anak ingin tahu bagaimana dan terdiri dari apa saja sebuah unit boneka atau mobil-mobilan, dan bagaimana pula proses terbentuknya mainan tersebut.

Nikmatilah Proses Agar Selamat

Dalam kehidupan sehari-hari, rangkaian proses terjadinya sesuatu merupakan kelaziman.  Tak ada satu barang atau jasa pun yang terbentuk tanpa melalui sebuah proses.  Hanya saja, sifat manusia berbeda-beda dalam menanggapi proses sebuah kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa tadi.  Ada sebagian orang yang tidak terlalu sabar dengan sebuah proses yang biasanya memakan waktu, dari mulai singkat, menengah maupun panjang.  Namun ada juga sebagian orang yang bersedia dan sabar untuk menjalani proses dalam menghasilkan suatu barang atau jasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline