Lihat ke Halaman Asli

Tito Prayitno

Notaris dan PPAT

Melanggar Etika, Siapa Takut?

Diperbarui: 4 Maret 2020   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seorang anak kecil bertanya, "Apakah jika seseorang berbohong bisa dihukum?" Sang ayah tak tahu mesti menjawab apa, karena jika memperkenalkan kata-kata "dihukum" kepada anaknya yang masih terlalu kecil, khawatir sang anak akan trauma. Namun jika tidak memperkenalkan, risikonya si anak berpotensi menjadi penjahat di masa yang akan datang, dengan derajat kejahatan yang sulit diramalkan.   

Apalagi jika obyek yang dijadikan pertanyaan hanyalah sekedar kata "bohong", yang dalam kehidupan sehari-hari nyaris tak ada satupun individu yang mampu menghindar dari perbuatan tersebut.  

Coba saja ambil contoh, jika suatu hari seorang isteri memasak makanan yang kurang enak, apakah ada suami baik hati yang berani terang-terangan mengatakan rasa makanannya mengerikan jika sang isteri bertanya, oleh sebab secara tak sengaja melihat raut aneh wajah sang suami saat melakukan suapan pertama.

Banyak pendapat yang mengatakan, bahwa berbohong adalah sah-sah saja dilakukan jika kejujuran yang disampaikan mengakibatkan pihak lain tersakiti, atau dirugikan. Namun para filsuf yang menjunjung tinggi kebenaran, menepis semua pendapat tersebut dengan membuat pernyataan, "Sampaikanlah kebenaran, sepahit apapun itu.".  

Tak dijelaskan, apakah orang-orang tersebut masih akan menjunjung tinggi kejujuran, jika pada suatu hari ada seseorang datang ke rumahnya, membawa pedang terhunus dan dengan penuh amarah bertanya,  di mana gerangan isterinya berada.  Apakah sang filsuf masih akan jujur menjawab dengan tenang, "Tuh ada di dapur, sedang memasak makan malam.".

Kasus lain yang tak kalah peliknya adalah, dalam hal menjalankan kegiatan bisnis.  Dapat dipastikan tak ada pengusaha yang mampu berbisnis dengan jujur sejujur-jujurnya, dan untuk mengakomodasikan hal tersebut, dalam bisnis dikenal adanya istilah rahasia dagang dan rahasia perusahaan, di mana seseorang dibenarkan oleh hukum untuk merahasiakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam salah satu metode usahanya.  Tentunya sepanjang rahasia tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang. 

Kebohongan-kebohongan yang "dibenarkan"  lainnya, adalah kebohongan-kebohongan yang dilakukan oleh pemerintah sepanjang menyangkut kepentingan negara, apalagi jika menyangkut hajat hidup orang banyak.  

Nyaris sama dengan rahasia dagang atau rahasia perusahaan, pemerintah dilindungi oleh hukum untuk mengesampingkan kejujuran dalam melindungi bangsa dan negaranya.  Dan jika ada seseorang atau sekelompok orang baik disengaja ataupun tidak melakukan pembocoran terhadap rahasia negara tersebut, maka akibatnya akan sangat mengkhawatirkan bagi sanak keluarga dan handai taulannya.

Seorang ayah, dan juga seorang ibu, adalah pembohong-pembohong sejati demi menyenangkan buah hatinya.  Betapa banyak orang tua yang mengatakan hidupnya baik-baik saja, tidak sengsara, senantiasa bahagia padahal apa yang dikatakannya bertolak belakang dengan kenyataan.  Namun mereka tak ingin anaknya ikut risau dengan penderitaan orang tuanya.  

Demikian juga sebaliknya, teramat banyak anak-anak yang berbakti memendam perasaan kecewa dan menjalankan kewajiban yang diperintahkan oleh kedua orang tuanya, yang acapkali demi memuaskan ambisi orang tua yang kadang terlalu khawatir dengan masa depan anaknya.  

Contohnya, anak yang mengatakan hidupnya baik-baik saja, padahal ia harus kuliah sesuai dengan keinginan orang tuanya, sementara hatinya berkeinginan lain.  Namun anak yang berbakti tersebut, mengatakan tidak apa-apa, ia bahagia, sekaligus ia juga berbohong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline