Sampah semakin hari semakin menjadi permasalahan yang kompleks. Permasalahan itu muncul di semua kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta. Sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) Piyungan mencapai 500 ton per hari dari wilayah Yogyakarta, Sleman, dan Bantul. Pada tahun 2015 TPA itu akan tidak lagi mampu menampung sampah kalau tidak ada solusinya.
Solusi-solusi yang dilakukan selama ini belum secara signifikan mengurangi volume sampah. Sementara pemanfaatan sampah yang melibatkan tekhnologi tinggi baru sekedar wacana. Hal ini diperparah lagi oleh kebiasaan masyarakat yang mencerminkan rasa tanggung jawab yang rendah.
Rasa Tanggung Jawab
Selama Pak Herry Zudianto menjadi walikota Yogyakarta, salah satu program beliau adalah pembuatan taman dan penanaman pohon di jalan-jalan utama kota Yogyakarta sehingga beliau terkenal dengan Wagiman, Walikota gila taman. Hasilnya bisa dirasakan pengguna jalan di kota ini, jalanan lebih hijau. Salah satu ruas jalan yang menghijau adalah jalan jalan Laksda Adisucipto atau yang terkenal dengan jalan Solo. Sampai Prambanan, pengguna jalan akan dimanjakan oleh hijaunya pepohonan yang ditanam di tengah jalan yang memisahkan dua jalur yang berbeda. Di sela-sela pepohonan tersebut terpancang sebuah papan kecil dengan tulisan Jalan adalah Taman Terpanjang.
Tulisan tersebut sangat cocok dengan kondisi jalan yang hijau, tapi tidak dengan pengguna jalannya. Masih gampang ditemui penumpang kendaraan yang tiba-tiba membuang tisu dari kaca jendelanya, sisa rokok, atau bungkus makanan. Itu di jalanan kota, kalau kita melihat jalanan di pinggiran kota bukan hanya tisu atau sisa rokok yang dibuang di jalan tapi bungkusan sampah yang sengaja dibawa dari rumah. Sembari berangkat kerja dengan berseragam membawa kantong plastik yang berisi sampah hari kemarin dilempar di pinggir jalan yang nampak lengang. Tanpa rasa bersalah perbuatan itu diulangnya untuk keesokan harinya.
Bukan hanya jalanan yang menjadi tempat sampah terpanjang, sungai adalah tempat sampah terpanjang berikutnya. Bukan hanya plastik atau dedaunan yang dibuang di sungai tetapi sungai sudah menjadi WC terpanjang. Melihat air mengalir tanpa henti enggan rasanya kalau tidak digunakan secara maksimal, dari pada membangun WC di rumah yang membutuhkan biaya, mengapa tidak menggunakan apa yang sudah disediakan alam, tanpa berpikir akan merugikan orang lain.
Bukan hal yang memalukan bagi mereka yang terbiasa buang hajat di sungai bila ada tetangga atau orang lain yang lewat sementara dia sedang buang hajat. Kalau perlu malah disapa atau diajak ngobrol. Ketika sungai penuh dengan sampah dan menghalangi lajunya air, cukup didorong ke bawah maka masalah akan berganti menjadi masalahnya orang lain.
Perubahan Perilaku
Permasalah sampah tidak cukup hanya dengan menyediakan tempat sampah di titik-titik tertentu atau membuatkan WC yang nyaman agar orang menggunakannya. Tempat sampah bisa saja hilang karena laku dijual atau WC yang rusak setelah diresmikan.
Sebuah kampus di Jawa Tengah mengganti seluruh WC jongkok yang ada dikampus itu dengan WC duduk. Pihak kampus berharap civitas akademikanya akan terbiasa dengan budaya baru ini. Di samping itu, diharapkan pamor kampus akan naik karena closet yang dipasang menggunakan merek terkenal seperti yang biasa digunakan di hotel berbintang. Hasilnya adalah satu bulan setelah penggantian itu, closet duduk itu sudah bergores karena digunakn untuk jongkok, tutup closet sudah lepas, dan selang air lepas, serta di dinding ditulis, “gayunge endhi”.
Ada pula sebuah terminal yang dirombak menjadi seperti bandara. Agar tampak lebih modern terminal ini dilengkapi dengan AC dari yang semula hanya sebuah lorong terbuka. Ruang tunggu penumpang dilengkapi dengan TV LCD dengan penyejuk udara di ruang yang tertutup. Setelah berjalan beberapa bulan AC sudah tidak lagi menyala, ruangan menjadi panas, diperparah lagi oleh kebiasaan para penghuni terminal yang tidak berubah, merokok. Akhirnya terminal yang nampak luarnya modern itu dan terpasang AC, di dalamnya begitu sumuk dan pengap karena ruangan dirancang untuk ruangan ber-AC tapi tidak ada AC yang menyala.
Penyediaan sarana itu penting tapi yang lebih penting adalah merubah perilaku agar lebih bertanggung jawab. Bangga rasanya melihat anak kecil ketika sedang asik bermain dia membuka bungkus permen dan menyimpan bungkus itu dikantong celananya karena dia tidak menemukan tempat sampah. Belum pernah kita melihat seorang perokok yang menyimpan puntung rokoknya di saku bajunya karena dia tidak menemukan tempat sampah. Dia akan memilih melempar puntung rokok jauh dari dirinya, tak peduli dimana itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H