Lihat ke Halaman Asli

Kiamat dalam Puisi Fire and Ice Karya Robert Frost

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Fire and Ice

ByRobert Frost

Some say the world will end in fire,

Some say in ice.

From what I’ve tasted of desire

I hold with those who favor fire.

But if it had to perish twice,

I think I know enough of hate

To say that for destruction ice

Is also great

And would suffice.

http://www.poetryfoundation.org/poem/173527

Puisi Fire and Ice karya Robert Frost adalah puisi transcendental. Puisi ini mengungkapkan tentang akhir dunia, kiamat. Dalam puisi ini kiamat bisa diakibatkan oleh api maupun es yang beku. Api dan es dalam puisi ini adalah metafora untuk menggambarkan keinginan dan kebencian yang bisa menyebabkan kiamat.

Sebuah puisi dikatakan baik kalau setiap unsur pembangun dari puisi itu berfungsi dan saling terkait satu sama lain. Untuk melihat keterkaitan antar unsur pembangun puisi tersebut perlu alat pemersatu. Puisi ditulis atas sebuah itikad penulis yang mempunyai tujuan ketika menulis puisi, ini bisa dijadikan pemersatu elemen-elemen dalam puisi tersebut.

Puisi ini bertujuan untuk mengingatkan pembaca tentang bahayanya keinginan dan dan kebencian. Seandainya manusia tidak bisa mengontrol kedua hal tersebut , maka kiamat bisa saja terjadi karenanya. Untuk pencapaian tujuan tersebut, penulis menggunakan metafora untuk mempermudah pemahaman pembaca.Metafora api untuk menggambarkan keinginan sebagai penyebab kiamat bisa dijelaskan sebagai berikut. Sifat api membakar. Dia akan membakar apa saja yang dilaluinya, kemudian yang tersisa hanyalah debu. Sifat ini mirip seperti sifat keinginan. Keinginan itu akan membakar apa saja, keinginan itu perlu penyaluran. Kalau seseorang terlalu berambisi untuk memenuhi semua keinginnanya maka dia akan menerjang apa saja seperti api menerjang apa saja yang dilewatinya. Keinginan itu tidak berujung, setiap sebuah keinginan tercapai akan muncul kenginan-keinginan yang lain dan terus akan seperti itu. Ibarat minum air laut, semakin minum semakin haus. Tidak heran, Iwan Fals berlirik “keinginan adalah sumber penderitaan”. Kalau semua orang berambisi memenuhi keinginannya maka yang muncul adalah konflik dan konflik. Lain lagi kalau keinginan itu diorganisir dalam kelompok atau Negara maka muncullah perang yang bisa mengakibatkan kiamat.

Es sebagai metafora dari kebencian juga cukup beralasan. Sifat es itu dingin membekukan dan keras. Walaupun keras, es akan hancur berantakan kalau sudah retak, seperti pecahnya hiasan Kristal, tidak bisa lagi disatukan. Demikian juga sifat kebencian. Kebencian kalau sudah muncul akan membekukan apapun walaupun itu kebaikan. Ketika kebencian meledak maka ujungnya sama dengan keinginan, koflik, perang.

Penulis meletakkan es atau kebencian sebagai penyebab kiamat kedua setelah fire atau keinginan karena kebencian bisa disebabkan keinginan yang tidak tercapai atau keinginan yang terhalang oleh keinginan orang lain.

Selain menggunakan metafora, penulis menciptakan karakter, speaker, untuk menyampaikan pesannya. Speaker dalam puisi adalah orang pertama, kita bisa mengenalinya dengan penggunaan kata ganti orang pertama “I”. I disini adalah orang yang sudah kenyang makan asam garamnya kehidupan. Banyaknya pengalaman hidup speaker bisa dilihat dari baris berikut; “From what I’ve tasted of desire, dan, I think I know enough of hate”. Baris tersebut juga memberikan informasi lebih lanjut tentang speaker. Dari From what I’ve tasted of desire, bisa diketahui bahwa penulis adalah seorang manusia biasa yang punya keinginan seperti yang lain. Yang membedakannya dengan orang kebanyakan adalah dia sadar akan bahayanya keinginan. Ini terbukti dengan penggunaan kata taste pada baris tersebut. Taste kalau dalam makanan artinya mencicipi, mencicipi umumnya hanya sedikit, tidak banyak. Pilihan kata taste itu yang menggambarkan kesadaran penulis akan bahaya keinginan, desire.

Puisi yang terdiri Sembilan baris ini tidak memiliki rima atau sajak yang beraturan. Puisi seperti ini biasa disebut puisi Free Verse. Setiap baris puisi ini terdiri dari delapan dan empat silabel atau suku kata.

To be continued ............




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline