Lihat ke Halaman Asli

Titip Elyas

Pengajar, pendakwah, wartawan, penulis, wirausahawan muda, dan bisnisman

Tali Tigo Sapilin dan Peran Ulama dalam Pemerintahan Jka-Rahmat Periode 2025-2030

Diperbarui: 5 Desember 2024   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dari dokumen pribadi Titip Elyas Tuanku Sulaiman 

TALI TIGO SAPILIN DAN PERAN ULAMA DALAM PEMERINTAHAN JKA-RAHMAT 2025-2030

Pemerintahan Kabupaten Padang Pariaman periode 2025-2030, di bawah kepemimpinan Bupati John Kenedy Azis (JKA) dan Wakil Bupati Rahmat Hidayat (RAHMAT), menghadapi tantangan besar. Tidak hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga menyatukan elemen masyarakat dalam semangat tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan. Filosofi Minangkabau ini menggambarkan sinergi tiga elemen penting---niniak mamak (adat), alim ulama (agama), dan cadiak pandai (pemerintahan)---untuk menciptakan harmoni di masyarakat.

Namun, untuk mewujudkan Padang Pariaman yang lebih baik, peran ulama menjadi salah satu fokus utama. Dalam diskusi kecil di Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua Sungai Sariak , sejumlah tokoh masyarakat dan ulama berkumpul untuk membahas harapan terhadap pemerintahan JKA-RAHMAT, sekaligus mencari sosok ulama yang mampu menjembatani visi dan misi mereka.

Pertemuan di Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua Sungai Sariak: Sebuah Awal Diskusi

Pagi itu, angin pesisir membawa harum ke dalam surau di Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua Sungai Sariak. Dalam suasana khidmat, hadir tokoh-tokoh ulama, termasuk Buya Hery Firmansyah, SH, Tuanku Khalifah XV Syekh Burhanuddin Ulakan. Beliau adalah figur yang dikenal tak hanya di Padang Pariaman, tetapi juga di Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. Pengaruhnya melampaui batas wilayah, menjadikan beliau tokoh penting yang diharapkan dapat mendukung pemerintahan JKA-RAHMAT dalam merekatkan hubungan antara masyarakat adat dan ulama.

"Untuk mewujudkan tali tigo sapilin, kita membutuhkan komitmen yang kuat. Ulama harus menjadi jembatan moral antara pemerintah dan rakyat," ungkap Buya Hery dalam pembukaan diskusi. Suaranya tegas, namun tetap meneduhkan.

Diskusi yang awalnya bersifat santai itu segera berubah serius. Tokoh-tokoh yang hadir, seperti John Hendri Tuanku Bandaro Labay, seorang ulama kharismatik, Ketua komite SMAN 1 VII Koto Sungai Sariak, dan sebagai Ketua yayasan Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua Sungai Sariak, dan beberapa niniak mamak dari nagari-nagari terdekat, mulai menyampaikan pandangan mereka.

Menyatukan Niniak Mamak yang Terpecah

Salah satu tantangan yang dibahas adalah kondisi niniak mamak yang saat ini terpecah secara organisasi. Banyaknya perbedaan pandangan di antara mereka membuat hubungan adat dan pemerintahan kerap tidak sejalan. "Ini tanggung jawab besar bagi JKA-RAHMAT. Tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Pemerintah perlu melibatkan mediator yang dapat dipercaya oleh semua pihak," kata John Hendri Tuanku Bandaro Labay.

Para ulama sepakat bahwa pendekatan agama dapat menjadi jalan tengah. Dengan kehadiran sosok seperti Buya Hery, yang dihormati oleh berbagai kalangan, ada harapan untuk menyatukan niniak mamak dalam satu visi bersama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline