Perguruan tinggi saat ini akan menghadapi masa-masa sulit sampai kurang lebih 4 tahun ke depan. Hal ini dikarenakan dampak yang luarbiasa saat dan pasca pandemi covid-19. Sisi keuangan - baik sisi pendapatan maupun belanjanya akan berdampak luar biasa.
Sisi pendapatan akan berkurang dikarenakan tingkat tuntutan pengurangan pembayaran UKT/SPP pada mahasiswa lama disamping banyak juga yang harus ambil cuti kuliah karena orang tua tidak mampu membayar SPP. Sedangkan mahasiswa baru bisa saja banyak yang tidak melakukan registrasi karena ketidakmampuan membayar SPP serta pengurangan kuota penerimaan mahasiswa baru karena PT harus menyesuaikan dengan protokal kesehatan. Bisa saja pemasukan pendapatan dari sektor UKT akan berkurang jauh.
Pendapatan yang berkurang ini akan berdampak pengurangan kegiatan yang biasa dilakukan seperti seminar-seminar, rapat-rapat dan perkuliahan secara tatap muka dan akan berganti seminar dan rapat online serta perkuliahan online. Perubahan tatap muka menjadi online akan menjadikan membengkaknya belanja untuk pembayaran internet yang harus bisa terdistribusi kepada mahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan yang harus bekerja di rumah. Layanan yang serba daring (dalam jaringan) akan bisa berdampak perampingan struktur organisasi perguruan tinggi.
Kalau selama ini muncul adagium kaya struktur namun miskin fungsi harus bergeser menjadi miskin struktur namun kaya fungsi. Semestinya ini akan berdampak pada lincahnya organisasi perguruan tinggi dan menjadikan perguruan tinggi tidak lagi muncul budaya buruh - majikan tetapi budaya kolegial yang akan muncul. Disinilah Rektor, dan Dekan tidak lagi bisa menjadi penguasa seperti majikan bagi pegawai yang ada di bawahnya. Perampingan struktur ini akan mengurangi belanja pegawai sehingga bisa dipindahkan ke sektor lain.
Kegiatan penelitian dan pengabdianpun juga harus berubah menyesuaikan dengan kondisi saat ini, sehingga diperlukan tema-tema dua kegiatan tersebut yang langsung bersinggungan dan bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat saat dan setelah menghadapi pandemi covid-19. Tak pelak lagi penelitian harus mengacu pada 2 pola berfikir dan pola tindak yaitu : technological readiness level (TRL) (Tingkat Kesiaptereapan Teknologi = TKT) dan market readiness level (MRL) (Tingkat Kesiapterapan Pasar (TKP). Kedua pola pikir dan tindak penelitian ini haruslah mengacu pada tiga dimensi yaitu useful, useable, dan used outputs bagi pasar manapun -- baik dunia pendidikan sendiri, dunia usaha, dunia industry, dunia bisnis, pemerintahan, maupun masyarakat. TRL dan MRL ini menjadikan ada kejelasan hulu hilir penelitian maupun pengabdian kepada masyarakat atau sebaliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H