Lihat ke Halaman Asli

Ingin Tiket Masuk Surga? Jadilah Pemaaf

Diperbarui: 22 Mei 2020   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi : kumparan.com

Pada dasarnya fitrah manusia adalah tempatnya salah dan khilaf. Dan sudah menjadi kewajiban manusia untuk saling bermaafan. Meminta maaf jika merasa bersalah dan memaafkan kesalahan orang lain sebelum yang bersangkutan meminta maaf adalah suatu kemulyaan.

Dua hal yang tampak mudah diucapkan namun sulit untuk dilakukan oleh mereka yang hatinya telah tertutup dan mati. Tidak semua orang bersedia meminta maaf saat berbuat salah, yang hinggap justru rasa gengsi saat harus meminta maaf. Terlebih jika ia harus meminta maaf kepada seseorang yang kedudukan sosialnya jauh lebih rendah atau rentang usia lebih muda.

Begitu pula saat ia harus memaafkan seseorang yang telah menyakiti hatinya, mendzolimi, atau mempermalukannya di depan umum. Tentu perasaan yang berkecampuk justru rasa marah, benci, dan dendam sehingga sulit memaafkan karena hati terlanjur luka. Itulah sebagian besar sifat manusia yakni sulit meminta maaf dan tidak gampang memaafkan.  

Berbeda dengan Rasulullah yang hatinya dihiasi sifat pemaaf dan penuh kelembutan. Dalam banyak kisah menggambarkan betapa Rasulullah selalu memaafkan siapapun yang berusaha menyakitinya hingga yang secara terang-terangan ingin membunuhnya. Meskipun beliau dapat membalas setiap perbuatan yang bisa jadi mengancam keselamatannya namun justru tidak dilakukannya. Rasulullah lebih memilih memaafkan dan mendoakan orang tersebut agar diberikan petunjuk yang benar oleh Allah SWT.

Alkisah, saat Rasulullah pergi ke Thaif untuk berdakwah. Para penduduk bukannya menerima kehadiran beliau untuk berdakwah namun justru mencemooh hingga menyuruh anak-anak kecil melempari Rasulullah. Hingga akhirnya Allah mengutus malaikat penjaga gunung untuk melakukan apa saja yang engkau kehendaki.

“Wahai Muhammad, kalau engkau berkenan aku akan menimpakan Al-Akhbasain (dua gunung besar yang ada di Makkah, yaitu gunung Abu Qubais dan Gunung Al-Ahmar) kepada mereka,” ucap malaikat penjaga gunung kepada Nabi Muhammad SAW.

Namun tak disangka, jawaban Nabiullah Muhammad justru sebaliknya:

“Tidak, bahkan aku berharap agar Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya dengan apapun jua.” (HR Muslim)

Gambaran betapa Rasulullah sangat pemaaf, meski beliau disakiti dan dianiaya oleh umatnya sendiri namun tak sedikitpun terbersih untuk membalasnya. Meskipun itu mampu beliau lakukan. Begitulah pribadi Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wassallam, tauladan umat Islam sedunia.

Allah SWT menilai bahwa sifat pemaaf adalah sifat yang terpuji, yang hanya dimiliki oleh hamba-hambaNya yang bertakwa. Termaktub dalam QS Ali Imron ayat 133-134:

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline