Covid-19 mulai terasa dampaknya di Banjarbaru pada bulan Maret 2020. Rasa was-was mulai dirasakan sejak pesan yang ditujukan kepada Komandan Korem 101/ Antasari tentang data beberapa pasien yang dicurigai terkena Covid-19 mulai tersebar di grup daring. Tidak tanggung-tanggung, pesan ini dilengkapi dengan foto petugas medis yang menjemput pasien menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) serta asal daerah yang tertulis jelas di ambulan.
Masih tidak cukup, pesan juga melampirkan "screenshoot" percakapan yang dilakukan seseorang dengan pembakal (kepala desa) setempat.
Tidak perlu waktu yang lama, akhirnya pesan serupa juga beredar di beberapa grup daring yang saya ikuti.
Hari ini, pada grup daring yang berbeda saya mendapatkan data laporan hasil rapid test Covid-19 yang dilakukan oleh faskes lengkap dengan identitas pasien (nama lengkap, umur, alamat) serta disahkan oleh Kepala Dinas terkait.
Jadi bertanya-tanya, kenapa data pasien dengan mudah dapat tersebar. Bukankah Undang-Undang KIP (Keterbukaan Informasi Publik) telah menyatakan dengan tegas bahwa informasi yang dapat mengungkap tahasia pribadi termasuk riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik dan psikis seseorang termasuk informasi yang dikecualikan?
Selain itu, bukankah hal ini telah menyalahi kode etik yang berlaku untuk tenaga medis? Seharusnya pelaku penyebaran diusut dan diberi teguran agar hal yang sama tidak terulang kembali.
Apa yang harus dilakukan bila mendapatkan informasi semacam ini? Jawabannya cuma satu, jangan disebarkan. Sudah saatnya masyarakat bijak dan cerdas dalam menggunakan informasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H