Lihat ke Halaman Asli

Cuplikan Cinta: "Gelora Hasrat dalam Doa"

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Maafkan saya kang”...

“Tidak ada yang perlu dimaafkan, saya yang tidak tahu diri, selalu berusaha menggapai bulan”.

“Tapi kakang masih bisa menatap dan mengagumi indahnya bulan itu...mengapa harus memaksa diri”.

“Tidak tahulah..magnit keinginan itu terlalu kuat untuk diregang, bagaikan jemari gurita yang merejam ke dasar jantungku”.

Aku menatapnya sendu dan penuh kasih.Dia semakin gelisah dan membuang wajahnya dariku.Mengapa harus selalu begini, aku selalu salah dan salah lagi.

Indahnya sebuah persahabatan...saling berbagi rasa dan perhatian dengan tulus, bertukar pendapat dan wawasan, beradu argumentasi mempertahankan pendapat masing-masingyang diakhiri gelak tawa atau merajuk marah, saling sapa melalui sms, e-mail atau telepon, lunch bersama jika sedang saling berkunjung di kota masing-masing atau kebetulan bisa bertemu di suatu kota yang sama... waduh, enaknya..ada teman yang selalu siap membantu jika sedang mengalami masalah di suatu kota atau daerah yang tidak kita pahami situasinya.

Haruskah persahabatan ini terhenti lagi, aku sudah begitu menikmatinya. Tidak. Mungkin ini hanya sebuah ketidakmengertian akan arti sebuah persahabatan dalam hidup yang dilandasi sebuah ‘kasih dan sayang’. Aku harus memberi tahu arti kasih yang sesungguhnya, aku tidak ingin Yang Mahakuasa menggeleng sedih. Aku adalah rusuk terpilih yang cantik karena ‘DIA’ telah menyentuh badan dan jiwaku dan tidak ada yang lebih jelek dari pada menyuarakan sebuah keraguan. Hidup harus diisi dengan sebuah selera dan gairah, dan cinta kasih dalam persahabatan adalah pilihan.........

Tiba-tiba aku ingat seseorang, seorang sahabat yang telah tiada. Kuingat kasih sayang dan ketulusannya, keinginannyayang selalu ingin membuatku bahagia.Sedihhh, untuk nyekar dan menyambangi tempat peristirahatan terakhirnya sampai saat ini aku belum bisa, karena berada di seberang lautan di tepian pulau yang sangat jauh. Tiba-tiba kumerindu keluarganya, putrinya yang juga selalu merinduku, istrinya yang selalu penuh maklum dan mengerti akan canda-candaku padanya dan terkadang hanya hanya senyum-senyum dikulum dan geleng kepala bersama suamiku memandangi kami, karena kami selalu mengatakan bahwa kami sudah jauh lebih dahulu saling kenal dari pada mengenal mereka berdua. Duhhhh!!!, manisnya sebuah persahabatan.

Seandainya kau masih hidup, saat ini aku pasti sudah akan mencurahkan semua isi hatiku padamu dan kau akan mendengarkan dengan sungguh. Lalu kau akan tertawa terbahak-bahak atau meledekku dengan lucu dan memasang wajah yang seperti beruk jika aku mulai terbawa emosi dan selaput bening sudah mulai melapisi bola mataku, karena kau sangat takut jika bola kristal mutiara itu mulai membentuk dua daerah aliran sungai di kedua pipiku. ‘Tuhanku’ mengapa ku benar-benar merasa kehilangan setelah ‘kau’ pergi sahabat surgawi

Kutersadar, kini dia menatapku sendu seakan ingin menggapaiku. Yang terbaik untukku, apakah aku harus meninggalkannya. ’Tuhan’ aku tidak ingin kehilangan sahabat yang bisa menjadi guru bagiku, aku banyak belajar dari dia. Kuingat seorang teman alumni yang mengenalkannya padaku. Sangat jauh dari simpatik. Yah, aku memang sangat susah bersimpati kepada siapa saja orang yang baru kukenal. Tapi saat kami mulai banyak berbicara dan bercerita, aku mulai makin memperhatikannya. Sangat halus dan penuh etika. Semua jawaban yang ingin kutahu mampu dijelaskan dengan sangat menarik, kritikan-kritikannya dengan cara yang kalem justru sangat mempesonaku, dia seorang yang sangat pintar dan memiliki wawasan luas.Ahhh, aku jadi ingat akan seseorang, diam-diam rindu meresap senyap lembut ke lubuk hatiku...jiwaku tersenyum...dan mataku melirik manis kearahnya..

“Apa yang bergumul di pikiranmu..?..tanyanya gelisah

“Tidak ada, saya hanya merenung..saya hanya ingat saat kita pertama bertemu, kang..”..

“Ya, saat kita pertama bertemu dan bercerita, dan kau berbicara menyatakan pendapatmu tentang ulasan-ulasanku dan aku jadi semakin memperhatikanmu. Caramu berbicara dan suaramu menunjukkan jiwamu yang bening dan polos tapi memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Sejak saat itu aku selalu mengingatmu dan tidak bisa melupakanmu. Pelangi rindu menyergap semua hari-hariku”...

Wouww... pikirku, dan kata ‘saya’ dan berubah jadi ‘aku’.. tidak formil lagi. Sebuah palu mendentam kebulir jiwa jantungku. Cobaan apa lagi ini..mengapa ada lagi kata rindu..meresap senyap di kisi kalbu. Aku berusaha menahan hasrat dan gelora rasaku dalam kepedihan mengingat masa lalu, sejarah rindu yang selalu kutitip dan kusimpan sangat rapi di sudut hati terdalamku. Aku berusaha.. sungguh sulit rasanya...

“Kakang hanya terobsesi, saya juga pernah sepertiitu..”...

“Tidak..aku tulus menyukaimu...”...

“Kang..tolong persahabatan jangan sampai terbawa ke hati, saya pernah mengalaminya dan sudah tahu bagaimana sakitnya kang. Kasihan kakang nanti....”...

Dia tertegun menatapku....

“Saya tidak tahu, mengapa hati ini sangat menginginkanmu..mungkin saya mencintaimu..”...

“Persahabatan adalah cinta yang merekah, kang... Tetapi tidak sama seperti cinta yang berlabuh di lautan asmara dengan kapal menuju ke pelabuhan dermagapelaminan. Persahabatan itu adalah cinta yang indah, bahkan sangat indah... sebuah anugerah kasih yang harus dijernihkan seperti emas murni dan harus kita jaga dan jangan kita paksa berubah seperti kehendak duniawi kita..." Aku tercenung sejenak ingat kata-kata seorang teman tentang 'cinta yang merekah'...

Kembali dia tertegun dalam kesenyapan, sebuah keindahan yang semula tak dapat dia mengerti. Batinku bersorak bahagia...suatu jalan yang tidak bisa dipilih sendiri, karena aku sudah sangat mengerti arti 'sebuah kehilangan'....

“Berdoalah selalu untukku...”..katanya.

“Ya, aku selalu berdoa untukmu, kang”, kataku dengan sangat lembut. Kutahu itu sangat menyentuh hatinya...

Sebuah ‘doa’ sangat besar kuasanya. Aku tahu dan sadar roh kepiluan itu diam-diam keluar dari dalam diriku, roh kepiluan tidak akan tahan jika Yang Mahakasih hadir di hati dan jiwaku. Aku bahagia dan sangat bahagia..kutahu seorang sahabatku di ‘surga’ di sisi Sang Mahakuasa tersenyum untukku..

Tersenyumlah sahabat dari ‘surga’..

Salahkah aku meski dunia telah berbeda..

Kurindu mencurah isi dan asa hati ini lagi padamu..

Ledakan tawamu..ledekanmu...penghiburanmu..bagaikan renyahnya senyum pelangi yang merenda pagi...

Senyum sahabat untukku..tersenyum untukku selalu..senyum..karena akan kuhibur jiwaku ..

Wahai sahabat surgawi...

Doaku” dan ‘janjiku’..ku selalu bahagia..aku selalu bahagia untukmu..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline