Lihat ke Halaman Asli

Anak Bangsa dan Kesehatan Jiwa (Mental)

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_136170" align="aligncenter" width="200" caption="Jati Diri Bangsa, from google image"][/caption] Banyak kita jumpai di masyarakat kita kejadian-kejadian yang sangat memperihatinkan sehubungan dengan kestabilan mental hingga kesehatan jiwa dari anak bangsa ini. Mengapa penulis perlu mengangkat thema ini? Coba kita amati dengan sedikit cermat sekelumit kejadian ini:

  1. Aksi tawuran mulai dari pelajar/mahasiswa, sekelompok masyarakat (antar kampung) dan lain-lain.
  2. Ulah supporter seperti saat mendukung tim yang diidolakannya.
  3. Seorang ibu yang menelantarkan anaknya hingga membunuh anaknya dengan alasan yang sangat memperihatinkan.
  4. Seorang kakek memperkosa cucunya.
  5. Ulah supir angkutan yang memperkosa penumpangnya.
  6. Perilaku pengemis dan gepeng serta pengamen jalanan yang meminta uang di lampu merah.
  7. Pelaku peminta sumbangan dengan dalih mendanai anak yatim, mesjid atau lainnya yang berkedok agama tertentu.
  8. Perilaku pengendara motor/mobil yang ugal-ugalan dijalan raya.
  9. Aksi pencurian sepeda motor yang terkoordinir dengan rapi.
  10. Aksi mencurian Pulsa Seluler yang marak sekali.
  11. Aksi demo dengan berbagai alasan di berbagai daerah, mulai pilkada, kaum buruh dan lain-lain yang berujung anarki/kekerasan hingga nyawa menjadi taruhannya.
  12. Perilaku para pemimpin/pejabat saat bersidang di parlemen, hingga ada tindak pemukulan, pelemparan hingga caci-maki dan lain-lainnya.

Dan masih banyak lain-lainnya. Mungkin sebagian kita pasti melihat, mendengar semua kejadian diatas itu, namun ada yang menyimak, ada yang hanya mengelus dada/perihatin, hingga ada yang menjadikannya sesuatu yang biasa saja karena sudah membudaya akibat seringnya terjadi. Pertanyaannya: Apakah hal ini akan dibiarkan saja?, sampai kapan?, apa penyebab yang paling krusial?, adakah upaya untuk mengurangi/mengatasinya? dan masih banyak sederet pertanyaan lainnya... Banyak pendapat yang mencoba memberikan analisa dari semua fenomena yang sudah menasional ini, antara lain: - Adanya dekadensi moral - Keadaan ekonomi yang tidak/cenderung kurang berkembang sehingga belum mensejahterakan rakyatnya, sehingga terjadi kesenjangan yang sangat mencolok di masyarakat, yang kaya makin kaya, yang melarat makin terpuruk. - Belum adanya keterpihakan para pengayom bangsa kepada rakyatnya, baru sebatas kelompok/partainya saja, atau baru sebatas wacana tentang perekonomian kerakyatan. - Tidak adanya tempat/wadah yang menampung semua keluhan/pengaduan yang benar-benar peduli dengan aksi yang nyata terhadap semua keluhan yang terjadi di masyarakat kita. - Ketidak-pedulian semua aparat/pendidik/pemuka masyarakat/tenaga professional yang kurang mau atau tidaknya focus kepada semua kejadian diatas. (contoh dokter yang hanya menangani penyakit di RS/hanya mengatasi penyakit fisik, Pemuka agama yang hanya mengisi/ceramah di mesjid/saat-saat tertentu saja, dll) - Dan masih banyak pendapat lainnya. Memang ini merupakan pekerjaan rumah yang sangat banyak dan membutuhkan penyelesaian secara baik, berkelanjutan/simultan. Semua ini bukan saja tugas dari pemerintah dan aparatnya, namun melibatkan semuanya...semua lapisan masyarakat tanpa pengecualian, mulai dari tenaga professional (dokter, guru, pengacara dll), pemuka agama, budayawan, politikus, pemuda/mahasiswa/pelajar dan lain-lain. Bila semuanya terintegrasi dalam bentuk yang sinergi satu sama lain tanpa mengkotak-kotakkan, semuanya terlibat dan peduli, pasti semua masalah diatas dapat dicarikan jalan keluarnya dengan baik, semoga saja... Salam peduli. Titi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline