Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan beserta jajarannya meluncurkan program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) sebagai upaya dalam menanggulangi krisis pendidikan di masa pandemi COVID-19 yang masih berlangsung hingga saat ini. Dalam pelaksanaannya, Kemendikbud melibatkan mahasiswa Indonesia dari berbagai perguruan tinggi.
Melalui program Kampus Mengajar, mahasiswa diharapkan untuk beraksi, berkolaborasi, dan berkreasi sehingga dapat membantu menguatkan pembelajaran literasi dan numerasi pada tingkat Sekolah Dasar (Hendayana, 2021; Kampus Merdeka, n.d).
Tidak hanya itu, mahasiswa juga diharapkan bisa mengasah kepemimpinan, kematangan emosional, dan kepekaan sosialnya sehingga soft skills dan hard skills bisa terbentuk dengan kuat (Hendayana, 2021; Kampus Merdeka, n.d). Kampus Mengajar juga bertujuan untuk membantu pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh di daerah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T) (Hendayana, 2021).
Siswa yang berada di daerah 3T dirasa tidak menerima pendidikan yang cukup di masa PJJ ini dikarenakan keterbatasan di bidang teknologi dan internet. Tidak hanya siswa, guru di daerah 3T juga tidak bisa mengajarkan pelajaran secara maksimal dikarenakan ketimpangan teknologi yang terjadi (Evandio, 2020).
Wakil Ketua MPR RI, Jazilul Fawaid (Evandio, 2020) mengemukakan bahwa baru 30 persen siswa dari 86 juta siswa yang sudah menerima pembelajaran jarak jauh.
Lalu, berdasarkan penelitian Yayasan Wahana Visi Indonesia pada 12-18 mei 2020 (Evandio, 2020), baru 68 persen siswa di daerah 3T yang memiliki akses untuk Pembelajaran Jarak Jauh, sementara 32 persen siswa di daerah 3T tidak memiliki akses untuk Pembelajaran Jarak Jauh.
Untuk mengatasi ketimpangan yang terjadi, Kemendikbud melibatkan mahasiswa untuk membantu para guru dalam memaksimalkan pembelajaran jarak jauh di daerah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T). Mahasiswa sebagai pribadi yang kreatif diharapkan mampu membantu para guru di daerah 3T dalam memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk membuat media pembelajaran yang kreatif dan tidak membosankan.
Selama ditempatkan di salah satu Sekolah Dasar di daerah 3T, mahasiswa mengalami beberapa permasalahan yang baru ditemukan, salah satunya kurangnya literasi guru dalam mengoprasikan teknologi.
Keadaan ini terjadi bukan karena mereka tidak memiliki Laptop atau koneksi internet yang memadai, tetapi karena kurangnya pelatihan yang diselenggarakan pemerintah. Para guru mengakui bahwa mereka tidak bisa mengoprasikan teknologi untuk membuat media pembelajaran yang menarik sehingga mereka cenderung terpaku pada buku Tematik.
Permasalahan yang terjadi tidak hanya dalam pembuatan materi ajar saja. Mahasiswa juga menemukan permasalahan dalam administrasi kelas yang masih dikerjakan secara manual; tulis tangan. Guru cenderung membuat semua absen, soal ulangan, rekapan nilai, dan data semua administrasi kelas secara manual. Ketika mahasiswa bertanya alasannya, guru menjawab karena mereka tidak bisa mengoprasikan Laptop yang di berikan kepada mereka.
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, mahasiswa berusaha untuk membagi ilmu yang Mahasiswa punya. Mahasiswa mengadakan Seminar Teknologi yang membahas tentang penggunaan Microsoft Word, Microsoft Powerpoint, Zoom, dan Microsoft Excel. Dalam pelaksanaan Seminar dan juga sesudah pelaksanaan Seminar, mahasiswa berusaha untuk mendampingi setiap guru dalam pembuatan materi ajar yang menarik dan berusaha untuk membantu memperbaiki administrasi kelas.