Kota Bandung menjadi kota dengan penduduk terbanyak Kedua di Jawa Barat dengan jumlah penduduk 2,5 Juta jiwa. Sementara urutan pertama adalah Kota Bekasi. Dengan luas wilayah 166,59 km persegi, artinya rata-rata 1 km persegi dihuni oleh 15.190 jiwa (prfm news).
Padatnya penduduk di kota Bandung bisa terlihat dalam keseharian, betapa macetnya Bandung setiap hari. Jalanan semakin padat oleh kendaraan setiap pagi dan sore menjelang malam. Pemukiman semakin banyak dibangun di wilayah sekitar kota Bandung. Sementara di wilayah Kota Bandung Sendiri, Pembangunan apartemen semakin menjamur.
Dalam konten-konten sosial media, Kota Bandung sering kali diromantisasi. Cuacanya yang sejuk, estetik ketika hujan turun, jalanannya yang rindang oleh pepohonan. Padahal pemandangan tersebut hanyalah sebagian kecil dari kenyataannya.
Nyatanya, Bandung dengan segala keunggulan yang sering digadang-gadang, memiliki segudang permasalahan. Pemukiman padat penduduk yang tidak layak di gang-gang sempit, kesulitan mendapatkan air bersih ketika kemarau panjang, banjir menggenang di jalanan ketika hujan deras, transportasi umum yang sangat minim, generasi mudanya terlibat pergaulan bebas yang kian memprihatinkan hingga ancaman kejahatan berupa begal maupun geng motor.
Bencana Demografi ?
Dari sekian banyak permasalahan yang ada, maka bisa dikatakan semakin banyak jumlah penduduk, semakin banyak permasalahan yang timbul. Semakin padat jumlah penduduk, semakin banyak beban negara. Bukankah demikian ?
Bukankah untuk alasan ini pula jumlah pertambahan penduduk secara nasional dikendalikan dalam berbagai program, program keluarga berencana misalnya ?
Populasi yang tinggi hanya mendatangkan berbagai permasalahan ketika negara tidak menjalankan perannya dengan optimal. Padahal populasi penduduk yang tinggi memiliki banyak potensi bila diurus dengan benar sesuai hukum Islam. Cita-cita memanfaatkan bonus demografi pun hanya akan berakhir sebatas wacana, bila negara masih dijalankan dengan sistem sekularisme seperti saat ini.
Dalam sistem kehidupan sekular, kehidupan negara terpisah dari agama. Tidak ada kesadaran tanggung jawab terhadap sang Pencipta dan Pengatur kehidupan sehingga memungkinkan untuk terjadinya kelalaian, kesewenang-wenangan bahkan kedzaliman terhadap rakyat. Kehidupan sekularisme telah memisahkan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh sang Pencipta. Sementara manusia dengan segala keterbatasannya membuat hukum-hukum sendiri untuk diterapkan dalam kehidupan.
Tingginya populasi bukanlah masalah bila segala hak sebagai rakyat terpenuhi oleh negara. Hak memperoleh lapangan pekerjaan untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga, hak untuk pendidikan dan kesehatan terbaik, ketersediaan pangan yang murah dan bergizi, kemudahan dalam memiliki rumah hingga hak memperoleh keamanan sebagai warga negara dari ancaman kejahatan. Semuanya hanya bisa terwujud dengan peran negara. Maka masalah sesungguhnya bukanlah jumlah penduduk, melainkan adanya kelalaian dari negara dalam mengurus rakyatnya.