[caption id="attachment_232670" align="aligncenter" width="600" caption="MIT Dome: Bangunan ikonik di Massachusetts Institute of Technology"][/caption] Sejak SD, saya sudah bermimpi untuk bersekolah di Massachusetts Institute of Technology, yang terletak di Cambridge, Massachusetts, USA, yang baru-baru ini dinobatkan sebagai universitas nomor satu di dunia, versi QS World University Rankings. Mungkin anda membayangkan, bahwa hanya peraih medali dari ajang olimpiade internasional dari Indonesia yang mampu diterima dan bersekolah di sini dan 'bertahan' dari kurikulumnya yang keras luar biasa, yang mendidik beberapa peraih Nobel dunia. Benarkah stereotip itu? Pada bulan Maret 2012, saya diberitahu oleh mereka bahwa saya diterima di universitas termasyhur dunia ini, dengan financial aid (saya akan membahas mengenai hal ini lebih lanjut). Saya bukan anak olimpiade, walaupun saya ikut olimpiade matematika saat SMP/ SMA, semuanya mentok sampai tingkat kota. Tetapi, pada bulan Agustus 2012 lalu, saya memulai kiprah saya sebagai mahasiswa S1 MIT, dan boleh dibilang, saya mampuuntuk keeping up dengan pace kuliah yang cepat dan berat. Jadi, stereotip itu tidak benar. Saya bukan seseorang yang jenius, tetapi saya mau bekerja keras. Karena itu, jika ada dari teman-teman pembaca yang bertanya, "Bisakah saya berkuliah di universitas top dunia?" jawabannya adalah, tentu saja. Memang, saya tidak lulus dari SMA di Indonesia (saat awal kelas 12 SMA, saya mendapat beasiswa untuk meneruskan SMA di United World College USA), tetapi saya sadar bahwa asal teman-teman mau berusaha, segalanya mungkin. Sayang, tidak banyak mahasiswa Indonesia di sini (total mahasiswa S1, S2, dan S3 di sini sekitar 20 orang-an), dan semua itu karena keterbatasan informasi yang didapatkan siswa/i SMA di Indonesia. Lingkup pilihan mereka hanya terbatas pada universitas di Indonesia, dan tertutup pada SNMPTN. "Asalkan kamu dapat universitas negeri, Bapak/ Ibu senang, kok," begitu kata sebagian orang tua Terlebih lagi, untuk universitas top yang umurnya tergolong tua (MIT salah satunya, pada tahun 2011 kemarin, mereka merayakan 150 tahun berdirinya institusi ini), mereka memiliki endowment atau dana abadi yang besar. Karena itu, mereka mampu menyeleksi mahasiswa baru dengan need-blind, atau tidak peduli dengan keadaan finansial si calon mahasiswa. Setelah si calon mahasiswa dinyatakan diterima, mereka baru mengkalkulasi seberapa banyak bantuan yang dibutuhkan dia untuk bersekolah di situ. Kedua orang tua saya merupakan pegawai negeri sipil, tetapi mereka tidak perlu membayar keseluruhan biaya kuliah (total biaya selama setahun -tuition & fee, room & board, meals, books, etc: kurang lebih $57.000). Tidak seperti proses seleksi masuk universitas di Indonesia yang memberatkan pada nilai dan angka si anak, proses seleksi masuk S1 MIT (dan kebanyakan S1 di universitas lainnya di Amerika Serikat) lebih menitikberatkan pada essay dan kualitas personal si anak. Calon mahasiswa baru diharuskan mengirimnkan nilai rapotnya selama 4 tahun terakhir (lama SMA di AS adalah 4 tahun), dari kelas 9 sampai 12, mengikuti tes SAT II (2 subject tests: saya mengambil 3 -Mathematics level 2, Chemistry, Physics), TOEFL (mereka menganjurkan minimal 577, dan merekomendasikan 600+ untuk paper based test TOEFL), mengisi aplikasi mereka di https://my.mit.edu/uaweb/login.htm (aplikasinya termasuk 4/5 esai pendek), lebih lengkapnya di sini . Pertanyaan yang diajukan untuk esai-esainya hampir sama dari tahun ke tahun, contohnya berikut ini.
- We know you lead a busy life, full of activities, many of which are required of you. Tell us about something you do for the pleasure of it.
- Although you may not yet know what you want to major in, which department or program at MIT appeals to you and why?
- What attribute of your personality are you most proud of, and how has it impacted your life so far? This could be your creativity, effective leadership, sense of humor, integrity, or anything else you'd like to tell us about.
- Describe the world you come from; for example, your family, clubs, school, community, city, or town. How has that world shaped your dreams and aspirations?
- Tell us about the most significant challenge you've faced or something important that didn't go according to plan. How did you manage the situation?
Benar sekali, berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, yang mereka cari bukanlah siswa paling pintar sedunia, tetapi siswa yang mampu bertahan dan strive for achievement di sini; siswa yang paling bisa fitting in dengan atmosfer akademik dan non-akademik yang MIT tawarkan. Nilai dan skor dari tes-tes (termasuk nilai rapot) hanya berfungsi sebagai 'saringan' awal karena tak mungkin penyeleksi membaca puluhan ribu esai secara langsung. Deadline aplikasi tiap tahunnya untuk siswa internasional adalah tanggal 1 Januari, dan pengumumannya keluar sekitar pertengahan bulan Maret. Pada tahun 2012, menurut statistik dari MIT Admissions Office, dari 4.513 siswa internasional yang mendaftar, hanya 148 orang yang diterima, dan mereka berasal dari 54 negara (termasuk 3 orang dari Indonesia), jadi admittance rate-nya hanya sekitar 3.3% untuk siswa internasional (atau 1:30/31 -tiap 30/31 pendaftar, ada satu orang yang diterima). Bandingkan dengan SNMPTN Jalur Undangan 2012 di ITB yang perbandingan mahasiswa diterimanya sekitar 1:6/7. Susah? Mungkin. Tetapi, ingat, tak ada yang tak mungkin! Jadi, mungkinkah teman-teman diterima dan bersekolah di MIT? Jawabannya: tentu saja! Untuk pertanyaan (saya hanya tahu proses seleksi untuk undergraduate admission saja, alias S1, jadi sementara ini pertanyaan mengenai proses S2 dan S3 kemungkinan besar tidak bisa saya jawab), silakan berkomentar. Saya akan coba sebisa mungkin untuk menjawabnya. Mungkin teman-teman pembaca juga akan bertanya mengenai hal yang akan saya lakukan setelah lulus S1 dari sini. Pernyataan klise semacam orang Indonesia yang kebanyakan tidak kembali lagi untuk membangun Indonesia setelah bersekolah di luar negeri, untuk saat ini, saya tidak bisa menjawabnya. Tentu saja, saya ingin pulang dan membangun Indonesia setelah lulus dari sini. Tetapi, saya tidak tahu ke mana hidup akan membawa saya. Yang jelas, nge-blog dan memberi informasi kepada teman-teman pembaca termasuk dalam kategori 'membangun Indonesia' juga, kan? Greetings from MIT campus, Cambridge, USA!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H