Lihat ke Halaman Asli

Tita Fitriana

Mahasiswa

Menggugah Cita Persyarikatan

Diperbarui: 1 Januari 2023   23:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Sebuah Kisah Pemberdayaan Keluarga Dhuafa Ibu Turini

Kisah ini bermula dari pembedahan teologi Al-Ma'un yang beberapa pekan lalu disampaikan oleh Ayahanda Rifma Ghulam Dzaljad, dosen pengampu Mata Kuliah Kemuhammadiyahan di kelas kami. 

Penjelasan Ayahanda tidak hanya kami tangkap sebagai capaian pembelajaran, tetapi ilustrasi keteduhan hati seorang K.H Ahmad Dahlan yang penuh semangat dalam menyiarkan ajaran Islam melalui pendekatan tauhid sosial. Kyai menegaskan kepada kita bahwa amalan tauhid bukan hanya perkara ibadah shalat, puasa, dan doa, melainkan juga memelihara alam semesta, termasuk kaum dhuafa (mustadh'afin).

Teologi Al-Maun bermuara pada hasil amal sosial yang menegaskan bahwa gerakan dakwah dan sosial kemasyarakatan Muhammadiyah diorientasikan pada cita-cita masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, yaitu masyarakat utama, adil, Makmur, yang diridhai Allah Swt. Maka salah satu cara mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya adalah dengan memperbaiki kesejahteraan masyarakat dhuafa secara pendidikan, ekonomi, sosial, dan agama.

Oleh sebab itu, kami ditugaskan Ayahanda untuk membuat program pemberdayaan keluarga dhuafa. Kelompok kami terdiri dari tiga mahasiswi yaitu Tita, Maysa, dan Wafda. Sebelum memulai program, kami melakukan survei untuk mencari keluarga dhuafa yang akan menjadi target dakwah. 

Pencarian dilakukan di sekitar wilayah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tidak jauh dari kampus kami. Setelah mendapat lima data keluarga dhuafa, kami berdiskusi dengan Ayahanda Rifma untuk menentukan target dakwah yang sesuai. Terpilihlah keluarga Ibu Turini sebagai target dakwah. Kami pun menyelesaikan proposal pemberdayaan keluarga dhuafa Ibu Turini.

Ibu Turini tinggal dalam rumah petak 2x3 meter di Jalan H. Aom, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, bersama dua anaknya bernama Dede dan Agus, serta cucunya bernama Maura. 

Mas Dede bekerja sebagai satpam komplek, sedangkan Mas Agus hanya buruh serabutan. Ibu Turini kini hanya mengandalkan upahnya sebesar Rp 300-500 ribu/bulan sebagai buruh cuci dan setrika untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti makan dan alat mandi. Adapun penghasilan Mas Dede biasanya dialokasikan untuk membayar sewa rumah, listrik, dan memenuhi kebutuhan Maura yang kini bersekolah kelas 5 sekolah dasar. Maura sudah menjadi piatu sejak kelas 3 sekolah dasar. Sang Ibu yang tidak lain istri Mas Agus, telah berpulang karena sakit. Ibu Turini juga menderita sakit lambung. Oleh karenanya, beliau ingin sekali berhenti bekerja berat menjadi buruh cuci setrika dan membuka usaha rengginang khas Betawi.

Melalui penuturan Ibu Turini, kami bergegas melakukan fundraising untuk mengumpulkan dana pemberdayaan. Fundraising dilakukan dengan memanfaatkan media sosial Instagram dan Whatsapp. Kami menyebarkan poster digital kepada kerabat dan keluarga, serta mengedukasi mereka terkait pentingnya memelihara mustadh'afin. Sembari mengumpulkan dana, kami menyusun data kebutuhan keluarga Ibu Turini. Hingga awal Desember lalu, kami berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 1.100.000. Jumlah yang tidak besar bila dibandingkan dengan besarnya kemurahan hati para donator dalam mendukung program pemberdayaan kami.

Sebagian barang pemberdayaan seperti alat usaha rengginang, alat ibadah, dan alat sekolah Maura kami beli secara online melalui e-commerce. Adapun pemberdayaan karikatif seperti sembako kami beli di took kelontong Pasar Kebayoran. Kami juga memberikan susu cair dan vitamin sebagai asupan gizi untuk menunjang kesehatan Ibu Turini dan keluarga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline