Lihat ke Halaman Asli

Tisa Nur Inayah

Mahasiswa Hubungan Internasional di UPN Veteran Yogyakarta

Pelaksanaan Conference Diplomacy Indonesia Melalui Presidensi G20

Diperbarui: 2 April 2023   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan salah satu negara yang turut aktif dalam upaya membangun dan mewujudkan perdamaian dunia, khususnya melalui diplomasi. Seiring dengan perkembangan zaman, teknik berdiplomasi yang digunakan pun turut berkembang seperti lebih proaktif, multidireksi, dan lebih inovatif dari sebelumnya. Salah satu bentuk diplomasi yang baru-baru ini dilakukan oleh Indonesia adalah diplomasi konferensi seperti pada presidensi KTT G20 (Group of 20) tanggal 15 - 16 November 2022 di Bali lalu. Dalam pertemuan tersebut, Indonesia yang merupakan tuan rumah mendapatkan tanggung jawab sekaligus peluang besar untuk menunjukkan strateginya baik bagi kepentingan nasional maupun meningkatkan kolaborasi antar negara anggota. Dalam pertemuan itu pula, selain membahas mengenai climate change dan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19, juga disinggung mengenai situasi yang sedang terjadi di Eropa Timur. Sebagai salah satu negara anggota G20, tindakan invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina menjadikan pihak-pihak dalam forum kerjasama tersebut terpecah belah dan terancam disfungsional. Kompleksnya isu yang diangkat dalam pertemuan ini menunjukkan peran besar diplomasi Indonesia dalam persoalan global. 

Sejak estafet presidensi G20 diserahkan dari Italia ke Indonesia pada 31 Oktober 2021, Presiden Joko Widodo selaku kepala negara mulai memainkan perannya secara dinamis di dunia internasional sejalan dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif. Di tengah memanasnya hubungan Rusia dengan Barat, Presiden Joko Widodo menunjukkan sikap netral Indonesia dengan melakukan kunjungan baik dengan Vladimir Putin maupun Volodymyr Zelensky. Tindakan tersebut tak lain ialah untuk menjaga keseimbangan hubungan baik Indonesia dengan kedua pihak demi kestabilan situasi menjelang G20. Sesuai dengan konsep conference diplomacy yang merupakan bagian dari jenis club diplomacy, pelaksanaan pertemuan G20 tak hanya dihadiri 19 perwakilan negara dan 1 lembaga Uni Eropa tetapi juga beberapa non governmental organization seperti International Labour Organization, World Trade Organization, International Association Football Federation, dan lain-lain. Tamu yang hadir pun dibatasi jumlahnya dan terdapat hierarki atau pelaksanaan dilakukan sesuai tatanan jabatan formal di dalamnya. Dalam kegiatan yang berlangsung selama dua hari, para delegasi melakukan working session dan berbagai pertemuan baik bilateral maupun multilateral. Hasil dari presidensi G20 tersebut berupa komunike atau yang disebut sebagai Bali Leader’s Declaration berisikan 1.186 halaman dan 52 poin utama sikap para pemimpin atau delegasi negara anggota. Beberapa pernyataan yang dihasilkan seperti mengenai komitmen menjaga stabilitas ekonomi global pasca pandemi Covid-19, mereformasi makro ekonomi secara struktural, memperkuat perdagangan multilateral, melakukan investasi di negara-negara berkembang, promosi ketahanan pangan dan energi, mempercepat pencapaian SDGs, hingga pernyataan para pemimpin mengenai situasi yang tengah terjadi antara Rusia dan Ukraina. Bagian akhir komunike dinyatakan bahwa invasi di Ukraina dapat mengganggu perekonomian global dengan berdampak langsung pada inflasi, menghambat rantai pasokan, meningkatkan kerawanan energi dan pangan, serta mengancam stabilitas keuangan. Sebagian besar anggota G20 juga mendesak Rusia agar segera menarik diri dan memilih jalur diplomasi untuk menyelesaikan persoalan dengan negara tetangganya tersebut. 

Upaya Indonesia dalam mencapai kestabilan global melalui conference diplomacy dalam presidensi KTT G20 pada perkembangannya turut menemui hambatan. Seperti dalam isu Invasi Rusia di Ukraina, desakan-desakan yang dinyatakan dalam komunike sempat membuat menteri luar negeri Rusia, Sergei Lavrov menganggap bahwa komunike G20 telah dipolitisasi oleh negara-negara Barat. Lavrov juga diketahui meninggalkan Bali sehari sebelum konferensi G20 selesai. Tindakan menlu Rusia ini dapat dikatakan menggambarkan respon negatif nya terhadap hasil komunike. Hal ini juga menjadikan hubungan antara Indonesia dengan Rusia menjadi lebih rawan mengingat Indonesia lah yang sedang memegang presidensi. Kemudian dalam pertemuan Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (EDM-CSWG), dibahas isu-isu pembangunan terkait lingkungan hidup dan pengendalian iklim. Langkah atau komitmen yang diambil meliputi membuat target pengurangan 50% lahan terdegradasi pada tahun 2040, mencegah biodiversity loss dengan kerjasama bilateral maupun multilateral, efisiensi sumber daya air, restorasi ekosistem maritim, dan pengurangan emisi global. Namun, pada perkembangannya degradasi lahan di Indonesia masih tergolong tinggi, yakni hampir sejuta hektare dalam kurun waktu 2017-2021 akibat pertambangan dan industri. Kasus kebakaran hutan pun masih menjadi masalah tahunan di Indonesia yang seringkali turut berdampak kepada negara-negara tetangga. Apabila tingkat degradasi di Indonesia masih tinggi di tahun yang sama dengan waktu diadakannya G20, maka Indonesia harus segera menerapkan langkah cepat dan tegas demi mencapai target pembangunan lingkungan. Situasi tersebut menjadi lebih sulit mengingat Indonesia sedang menumbuhkan sektor industrinya yang juga demi mencapai ekonomi yang lebih maju. 

Dari beberapa contoh diatas dapat dilihat bahwa Indonesia telah berhasil menjadi tuan rumah KTT G20 2022 di Bali. Meski kegiatan selama dua hari tersebut berjalan lancar, hambatan dan tantangan justru terdapat pada progress isu-isu dan target yang dibahas. Hal ini terjadi mengingat kondisi Indonesia yang sedang berkembang dari segi ekonomi dan lekat dengan permasalahan lingkungan. Kemudian tantangan juga terdapat dalam konflik yang terjadi antara Rusia-Ukraina. G20 bukanlah forum untuk menyelesaikan isu-isu pertahanan keamanan. Namun, invasi yang terjadi tetap menjadi pembahasan apabila p tersebut mengganggu perekonomian global. Indonesia juga harus bisa menjaga kenetralannya tetapi dengan tetap menunjukkan sikap menjunjung perdamaian demi hubungan jangka panjang dengan Rusia maupun Barat. Meski demikian, keberhasilan Indonesia dalam menyelenggarakan KTT G20 pada akhirnya mendapat banyak respon positif dari berbagai pihak. Selain dapat membuktikan posisi dan sikap Indonesia di dunia Internasional terhadap krisis, keberhasilan diplomasi Indonesia di KTT G20 juga berdampak pada ekonomi yakni menyumbangkan lebih dari Rp 7 Triliun bagi PDB.

Referensi:

https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/4690/berikan-dampak-positif-bagi-perekonomian-nasional-presidensi-g20-indonesia-bersiap-menuju-pagelaran-puncak-ktt-g20

https://kemlu.go.id/portal/en/read/4171/siaran_pers/g20-bali-leaders-declaration-bali-indonesia-15-16-november-2022

https://www.bbc.com/indonesia/dunia-63620779 

https://setkab.go.id/en/president-jokowi-indonesia-wants-g20-to-set-example-in-handling-climate-change/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline