Lihat ke Halaman Asli

Tirzah

Hai!

Masih Pantaskah Merantau?

Diperbarui: 2 Desember 2020   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Dulu saya adalah pendukung orang2 yang merantau. Hampir separuh umur saya dihabiskan di perantauan dan tidak bisa saya hitung pengalaman berharga yang saya dapat dari merantau. Harus mandiri karena tinggal jauh dari keluarga. Harus street smart, pintar membaca situasi biar gak dirugikan orang. Harus cepat beradaptasi dgn budaya dan peraturan di tempat tinggal. Belajar tenggang rasa karena bukan lagi termasuk mayoritas. Dll,dll.

Tentu saja ada juga kisah2 sedihnya. Saya tidak sempat melihat papa saya sebelum dia wafat. Saya membesarkan anak saya sendiri tanpa kakek, nenek dan keluarga lain. Anak saya tidak terlalu dekat dengan sepupu2nya dibandingkan dengan waktu saya kecil.

Tapi tetap saya merasa  semua orang harus merasakan hidup di perantauan setidaknya sekali seumur hidup.

Itu dulu. Sekarang saya tidak merasa sepasti itu lagi. Karena covid19 ini, saya tidak lagi merasa pasti apakah hidup di perantauan itu baik. Negara2 di dunia menutup perbatasannya. Saya sudah setahun lebih tidak mudik dan bertemu keluarga di kampung halaman (biasanya mudik pas lebaran). Kalaupun bisa lewat perbatasan, persyaratan masuk ke negara itu akan sulit; swab test, karantina, dll. Okelah sekarang kita bisa zoom. Tapi sangat berbeda dengan ketika saat diperlukan kita bisa beli tiket pesawat dan terbang mengunjungi keluarga.

Dulu saya sangat excited membayangkan anak saya akan kuliah di perantauan. Sekarang saya hanya ingin saya berada di dekatnya dimanapun dia kuliah. Meskipun tidak sekota, setidaknya bisa senegara. Saya punya beberapa teman yg anak2nya terpencar kuliah di berbagai negara dan sudah berbulan2 tidak bertemu dengan orang tuanya. 

Saat saya menulis ini, beberapa vaksin covid19 sudah berhasil diproduksi tapi belum digunakan. Tentu saja kita semua berharap dan sama2 berdoa kepada Tuhan YME agar vaksin2 ini ampuh, tidak ada efek sampingnya dan bisa segera disebarkan ke seluruh dunia. Tapi perkiraan saya tahun depan dunia masih akan tetap waspada. Perbatasan tidak akan dibuka segera. Mungkin pelan2 dan sedikit2. Tahun depan dunia juga masih perlu melihat keberhasilan vaksinasi covid19. Dan perlu juga dipantau efek2 sampingnya. Jadi setidaknya setahun lagi hidup kita masih belum normal. 

Setelah itu, jika kehidupan kembali normal, apakah saya juga akan kembali mendukung gaya hidup merantau? Terus terang saya tidak tahu. Mungkin saya akan masih trauma dengan segala perubahan yang disebabkan covid19 ini. Tapi mungkin juga vaksinnya sangat ampuh sehingga covid bisa dilenyapkan dengan sekali pukul, dan saya merasa lebih yakin hidup di perantauan itu perlu dilakukan. Ntahlah...Yang saya pasti tahu, selagi kita masih punya kesempatan, habisknlah dengan orang2 yang kita cintai. Peluk anak2 kita, suami dan istri kita, ortu kita,dll. Bersyukur kita masih bisa bersama mereka secara fisik...gak cuma online. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline