Belum lama ini Indonesia patut berbangga. Pasalnya ada seorang anak bangsa bernama Lalu Muhammad Zohri yang meraih medali emas pada kejuaraan lari 100 meter IAAF World U20 Championships 2018 di Tampere, Finlandia. Hebatnya lagi, medali ini baru pertama kali diperoleh oleh seorang pelari dari Indonesia.
Zohri berhasil mencatatkan waktu tercepat selama 10.18 detik, lebih cepat daripada pesaingnya dari negara Amerika Anthony Schwartz dan Eric Harrison dengan catatan waktu 10.22 detik. Melalui pencapaiannya itu, Zohri otomatis dinobatkan sebagai juara dunia sprinter 100 meter.
Masa Kecil Penuh Perjuangan
Siapa yang tahu dibalik prestasi memukau yang diukirnya, Zohri ternyata menyimpan cerita hidup yang penuh perjuangan. Masa kecilnya dihabiskan di Lombok Utara. Zohri mengenyam pendidikan di SD Negeri 2 Pemenang Barat. Usai lulus, ia melanjutkan hingga jenjang selanjutnya di SMP Negeri 1 Pemenang.
Semenjak SMP, bakat berlari pemuda asal NTB ini mulai menonjol karena ia mulai terlibat dalam beberapa kejuaraan. Gelar juara kompetisi diraihnya satu-persatu, hingga mengantarkan pada kejuaraan dunia.
Hidup Dalam Garis Ekonomi yang Sangat Sederhana
Perhatian pemerintah daerah juga tidak luput diterima dalam pencapaian Zohri di kejuaraan tingkat dunia tersebut. Gubernur Nusa Tenggara Barat menambahkan, kalau Zohri memang terkenal tekun berlatih serta selalu menuruti semua skema latihan yang telah disiapkan. Oleh karenanya beliau tidak terkejut atas pencapaian Zohri karena memang ia merupakan atlet teladan yang selalu ulet.
Ketekunan Zohri berawal dari keinginannya untuk mendapatkan hidup yang lebih baik mengingat dalam kesehariannya, Zohri hidup dengan sangat sederhana. Hal ini terlihat dari rumah yang ditinggalinya. Terlebih sejak kecil, Zohri sudah menyandang status sebagai yatim piatu.
Berjuang Hidup Sendirian
Masa kecil Zohri banyak dihabiskan di kampung halaman. Namun Zohri harus merelakan untuk ditinggal kedua orang tua selama-lamanya saat usianya masih kecil. Ibunya meninggal ketika Zohri duduk di bangku SD dimana tak lama berselang, ayah Zohri ikut meninggal dunia.
Perjuangan hidup yang berat bagi anak seusianya dapat terlihat dari kondisi rumah yang terbilang amat sederhana. Dindingnya terbuat dari papan kayu diselingi anyaman bambu serta lantai yang masih berupa tanah.