Pada suatu hari yang biasa di suatu kelas seorang guru mengajarkan sesuatu pada muridnya. "Anak-anak! Apa ini yang di tangan kanan bapak? Itu pensil! Murid-muridnya serentak menjawab. Kemudian jika yang di tangan sebelah kiri bapak, klo itu buku Pak! Menjawab serentak lebih keras murid-muridnya."
Nah, coba taruh pensil di tangan kanan dan buku di tangan kiri. Ya, seperti yang bapak lakukan sekarang. Kemudian ucapkan sembari mengangkat tangan kanan ini pensil dan juga angkat tangan kiri terus ucapkan ini buku.
Coba lakukan berulang-ulang sampai 5x dengan cepat. Kemudian jika sudah, bapak minta kalian untuk membaliknya. Angkat tangan kanan dan ucapkan ini buku dan angkat tangan kiri dan ucapkan ini pensil. Serentak murid-muridnya bertanya heran, kenapa seperti itu Pak, itu tidak benar!
Tapi guru itu tetap meminta murid-muridnya melakukan hal tersebut. Pada awalnya murid-muridnya agak kewalahan dan salah mengucapkan, tapi lambat laun mereka mulai terbiasa mengucapkannya. Bahwa di tangan kanan itu buku dan di tangan kiri itu pensil. Disinilah sebuah "pembiasaan atau pengkondisian" belajar terjadi.
Analogi diatas saya simpulkan sebagai bagian dari teori belajar Classical Conditioning nya Ivan Pavlov, dimana siswa diberi stimulus untuk menghasilkan respon yang diinginkan dan yang tak diinginkan dalam belajar. Menurut teori belajar CC - Ivan Pavlov ini dapat terjadi 2 kecenderungan :
- innate reflect, reflexive or unconditioned stimulus (US) → unconditioned respons (UR) : dimana murid-murid tadi bertanya dan merasa gurunya tidak benar. (biasanya ini disebut fear conditioned) dan ;
- conditioned reflect or conditioned stimulus (CS) → conditioned response (CR) yang negatif atau positif. : dimana murid dicoba terus melakukan hal tersebut dan dikondisikan sedemikian rupa agar dapat memberikan respon belajar yang diinginkan oleh guru tersebut.
*sebuah catatan*
Jika hal tersebut dilakukan untuk menghasilkan efek negatif dan benar-benar terus dan perintah gurunya dipandang benar oleh murid tersebut, bagaimana dampak ke depannya? Bukankah di lingkungan anak-anak, adik-adik, saudara-saudara kita banyak belajar tentang sesuatu dan setidaknya akan membekas jadi kebiasaan, terlepas dari sifat positif dan negatif yang pasti mereka belajar sesuatu?
"Dimana sebuah substansi kebenaran hakiki coba terus-menerus disamarkan ke dalam sebuah kebenaran semu. Bagaimana jika terjadi pada sesuatu yang lebih besar?? Jika seorang anak dipaksa terus-menerus untuk mengatakan bahwa yang ini benar dan yang ini salah. Terlepas dari pemahaman mereka yang masih sedikit dan keadaan terus-menerus mendesak".
Hati-hati terhadap cara dan bagaimana pendidikan anak-anak, adik-adik dan saudara-saudara kita berjalan. Senantiasa bimbing, awasi dan berikan pemahaman yang benar pada mereka agar kelak di kemudian hari tak salah memahami akan sesuatu. LINGKUNGAN (sekolah, tempat bermain, teman, keluarga, dan 'e-lingkungan' seperti televisi, radio, internet, games, dlsb) bisa menjadi tempat memperoleh dan membentuk pembiasaan/kebiasaan, terikat pada hal yang positif atau negatif.
sekedar mengenang sebuah teori belajar di kelas pembelajaran..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H