Lihat ke Halaman Asli

Tugas harian

Mahasiswa

Puisi | Riak Debu

Diperbarui: 10 Oktober 2021   16:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

berjalan gemulai menyusur riak debu
pohon-pohon asam Jawa menitipkan daun kering untuk disampaikan kepada lautan sesawahan, atas nasib kemarau di bulan Januari.

biarkan Romangpolong pergi mencari tuannya, meninggalkan jejak kepada bebatuan aspal yang berjanji untuk disembuhkan di bulan Februari.

setiap nasib memang ditentukan oleh arah masing - masing
bundaran Samata memisahkan kenangan tua dan hutan asam amoniak Antang.

sekali meninggalkan Pattalassang, mengacuhkan Bawakaraeng yang merengek dipertemukan dengan angin pembawa kabut menjahit rindunya.

aku tahu tak ada lagi untuk dikenang
sekiranya melintas kereta tak berwarna,
Samata adalah kota penuh debu, dan kenangan melekat pada titik-titik wajah yang dibasuh sekali, hilang tak berganti.

hingga hujan datang di bulan April
memangkunya di atas bahu awan kelabu, dilampiaskan melalui jemari hujan menggenang di dalam kubangan yang keruh.

aku kembali memanggil namamu saat suara pink nois mengubrak-abrik mimpi tidurku.

Samata, 2021




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline