Lihat ke Halaman Asli

Tirta Kadek

Mahasiswa

Separatisme Organisasi Papua Merdeka terhadap Kedaulatan Negara Indonesia

Diperbarui: 31 Desember 2023   16:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Abstak

Indonesia merupakan negara berdaulat yang terdiri dari ribuan pulau, oleh karena itu menjaga keutuhan bangsa memerlukan pengamanan yang sangat ketat. Hal ini tidak menutup kemungkinan munculnya kelompok yang ingin mencaplok wilayah Indonesia. Kelompok tertentu dirugikan ketika melakukan aksi separatis, baik dalam hal hak atas keamanan maupun tempat berlindung. Koalisi kelompok separatis yang dikenal sebagai Organisasi Papua Merdeka, atau disingkat OPM, didirikan sebagai tanggapan atas perselisihan yang timbul mengenai Irian Barat antara Indonesia dan Belanda. Tentu saja, para korban sangat menderita akibat tindakan kelompok ini, dan besar kemungkinan tindakan tersebut melanggar hak asasi manusia.

Kata kunci : hak asasi manusia, penegakan hukum, organisasi papua Merdeka

Abstrack

Indonesia as a sovereign country that has thousands of islands makes for such strict guarding to maintain the integrity of the country. This does not rule out the possibility that there will be parties who want to seize Indonesian territory. Attempts to take separatist actions by certain groups have resulted in losses, both in terms of the right to security and the right to have a safe place. The Free Papua Organization, which is shortened to OPM, is a group of organizations that are separative in nature, this group was formed due to the conflict that was created between Indonesia and the Netherlands over West Irian. Of Course the actions taken by the group caused a lot of harm to the victims and the actions of the group could have violated human rights.

Keywords: human rights, law enforcement, independent Papuan organizations

A.PENDAHULUAN

Dilatarbelakangi konflik Indonesia dan Belanda terkait wilayah Irian Barat, gerakan separatis OPM (Organisasi Papua Merdeka) melakukan tuntutan pemisahan diri dari wilayah NKRI. Pada buku II bab I KUHP, pemerintah menetapkan peraturan subversif tentang kejahatan terhadap negara dalam upaya menumpas gerakan separatis OPM. Undang-undang mengenai kejahatan terhadap negara harus ditinjau ulang untuk mengakhiri gerakan OPM, dan pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan karakteristik unik masyarakat Papua, yang berbeda dari daerah lain di negara ini dalam hal kesenjangan sosial. , sumber daya alam, dan pencapaian pendidikan. Pada tahun 2020, Koes Dirgantara

Melalui faksi bersenjata yang berfungsi di tiga lokasi berbeda, kelompok yang mengorganisir protes dan demonstrasi, serta organisasi berbasis asing, OPM berupaya untuk meningkatkan pengakuan dan dukungan internasional terhadap upaya kemerdekaan Papua (Hadi, 2007). OPM telah beberapa kali terlibat dalam perlawanan bersenjata terhadap populasi migran non-Papua, dimulai di Manokwari pada tanggal 26 Juli 1965, seperti diberitakan dalam artikel BBC Indonesia tahun 2018. Selain itu, banyak terjadi insiden penembakan pada tahun 2018 yang menyasar anggota Brimob, karyawan PT Istaka Karya, dan pekerja proyek Trans Papua, serta pemenjaraan para pendidik dan tenaga medis.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan tindakan non-represif lainnya adalah beberapa cara yang kini coba dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Inisiatif penelitian dan temuan sebelumnya, termasuk yang dilakukan oleh Sugiyanto (2017), Sefriani (2003), dan Sugandi (2008), yang menggunakan perspektif lembaga internasional sebagai solusi penyelesaian konflik, membantu meningkatkan pengetahuan tentang konflik di Papua. Suratman (2015) menunjukkan bagaimana Indonesia masih terlibat dalam perang proksi, terbukti dengan adanya gerakan separatis di Papua Nugini. Kajian Safitri (2012) dan Viartasiwi (2018) menunjukkan bagaimana unsur sejarah dapat dijadikan senjata politik dan sumber legitimasi dalam perang sektarian antara pemerintah Indonesia dan kelompok nasionalis West Papua. Berdasarkan temuan Hadi (2016), gerakan kemerdekaan Papua sebagian besar bergantung pada cara-cara non-kekerasan, seperti pemanfaatan teknologi dan media propaganda, untuk mencapai tujuan politiknya, termasuk menggalang dukungan global. (2019, Febrianti Wulan)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline