Trotoar bangun pagi-pagi
Melesat di penyebrangan
Di mana laju kendaraan memaki walau dilarang
Ia melaju pada terbirit-birit
Mukanya salju dan hari ini Senin
Yang terlambat
Trotoar makan di siang hari
Di teduh ruko ia menunggu penarik
Di mana laju kendaraan meraung
Mengalahkan panas matahari
Ia terduduk memaki kantuk-kantuk
Mukanya kusam pada foto bulan lalu
Anaknya lahir
Pada senja trotoar terdiam
Memaku duduk di sebatang tembako
Di mana kebut-kebut kendaraan berganti klakson
Menyalahkan merah lampu
Ia bergulir dalam nanar setapak sajak-sajak
Mukanya cengeng mengetik larik hari ini
Yang hiperbolik
Lalu malam di mana lengang semua kendaraan
Seolah sepi menjadi abadi
Dan jantung kota berangin intim
Trotoar tidur beralaskan sarung
Beratap langit dan laparnya
Kemudi pemabuk lintas tertawa
Ia bertakjub, ia masih hidup.
Sedang besok pagi-pagi,
Trotoar dikoyak Tuberkulosis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H