Lihat ke Halaman Asli

Antri

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa waktu yang lalu saya bepergian untuk keperluan dinas dengan menggunakan angkutan udara. Setelah check in dan menyimpan bagasi saya pun menuju terminal keberangkatan dan menunggu boarding. Tak lama panggilan untuk naik pesawat pun terdengar, saya dan seluruh penumpang pun bergegas menuju pintu keluar terminal keberangkatan. Di sinilah terjadi sesuatu yang sangat lazim terjadi di negeri ini ..... 'berdesak-desakan'.

Situasi "desak-desakan" seolah ketakutan ketinggalan pesawat ini kemudian dikomentari seorang penumpang yang kebetulan duduk di sebelah saya saat menunggu pesawat "heran ama orang Indonesia... susah sekali untuk antri" .... kemudian dia nyerocos tentang pengalamannya saat di Jerman yang tertib dan tidak pernah berdesak-desakan kalo mau naik kereta, pesawat etc dsb.

Rupanya hal ini menarik perhatian atau mungkin lebih tepatnya celetukan penumpang lain " pantes ngga maju-maju.... antri aja ngga bisa" disertai senyum sinis sang penumpang melihat "keudikan" sebagian besar penumpang yang "berdesak-desakan" ,serobot kiri kanan , takut ketinggalan.

Ketika sudah di pesawat, saya termenung mengingat semua ucapan itu. Bener juga, koq susah banget sich orang-orang kita untuk ngantri dengan tertib. Pikiran pun melayang pada situasi dan musibah2 yang sebenarnya tidak perlu terjadi andai khalayak ramai mau dengan sabar mengantri. Musibah pembagian Zakat di Jawa Timur yang berujung korban jiwa, atau pembagian sembako, BLT, nonton konser dll di beberapa daerah yang sering berakhir ricuh, rusuh bahkan terkadang ada korban jiwa nya.

Seiring dengan take off nya pesawat, pikiran pun melayang ke acara tahunan di sebuah kesultanan di Jawa dimana kirab pusaka Kraton diiringi abdi dalem dan ditutup dengan gunungan berisi penuh hasil bumi. Uniknya gunungan itu kemudian ditinggalkan dan para penonton maupun rakyat yang menyaksikan prosesi akan dengan penuh gusto dan semangat berebut isi gunungan sampai habis tak bersisa. Mereka percaya bahwa dengan mendapatkan isi gunungan maka mereka akan mendapatkan berkah.

Saya terhenyak (maafkan ungkapan saya ini) apakah ada benang merahnya situasi sulit antri sebagian besar masyarakat kita dengan kultur yang ditanamkan para pemimpin kerajaaan2 klasik Indonesia. Kultur yang berakar kuat sehingga sudah lebih 64 tahun merdeka budaya sederhana seperti antri selalu terkalahkan oleh acara ala "desak-desakan rebutan gunungan".

Kalo ditarik lagi lebih jauh benang merah ini... (saya tidak tahu apakah berhubungan atau tidak) mari membandingkan budaya antri yang sabar menunggu, sportif (yg pertama datang ...mendapatkan lebih dahulu), dan elegan (tertib dan enak dipandang serta menghindari resiko yang tidak perlu) dengan budaya ala "desak-desakan rebutan gunungan" yang ngga sabaran, yang egois (yang penting dapet isi gunungan orang lain ngga komanan ngga urusan), yang irasional (hasil bumi bahkan kotoran sapi dipercaya membawa berkah) mungkin ada benarnya juga, yang tidak teratur (rebutan tanpa peduli nyikut siapa, nyenggol apa, nginjek punya siapa dll).

Ya, budaya negatif yang laten ("desak-desakan rebutan gunungan") itu sepertinya tanpa sadar masuk dalam alam bawah sadar sebagian besar masyarakat kita yang bisa lihat sendiri mereka tidak malu2 saling sikut, saling berebut, mementingkan diri sendiri tanpa berpikir jauh ke depan

Kemudian saya teringat sebuah celetukan Pantesan ngga maju-maju ... Lalu apa hubungannya antri dengan kemajuan sebuah negara ?  Apakah mungkin yang sabar bukan barbar, yang sportif bukan pasif-reaktif, yang elegan bukan kampungan merupakan ciri atau indikator masyarakat yang civilized dan berpola pikir maju ?

Teriring salam hangat pada para pengalap berkah gunungan Sekaten.... Selamat berebut

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline