Lihat ke Halaman Asli

Opini tentang Prostitusi Online dan Landasan Hukum di Indonesia

Diperbarui: 14 Desember 2024   14:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendahuluan

Dalam era digitalisasi seperti saat ini, teknologi memberikan dampak yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, baik positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif yang kerap menjadi sorotan adalah maraknya praktik prostitusi online. Praktik ini memanfaatkan platform media sosial, aplikasi pesan instan, dan situs web sebagai sarana transaksi antara penyedia layanan dan pengguna jasa. Prostitusi online tidak hanya melibatkan aspek moral, tetapi juga berimplikasi pada hukum yang berlaku di Indonesia.

Fenomena Prostitusi Online

Prostitusi online muncul sebagai bentuk modern dari praktik prostitusi konvensional yang dulunya hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu seperti lokalisasi. Dengan adanya teknologi digital, prostitusi kini lebih mudah dilakukan secara tertutup, tanpa perlu bertemu secara langsung di ruang publik. Platform seperti aplikasi chatting, media sosial, dan situs web memungkinkan pihak-pihak terlibat melakukan transaksi dengan cepat dan anonim. Hal ini membuat pengawasan menjadi lebih sulit.

Fenomena ini melibatkan berbagai kalangan, mulai dari individu biasa hingga jaringan terorganisir yang lebih besar. Tidak hanya berdampak pada aspek sosial, prostitusi online juga sering dikaitkan dengan kasus perdagangan manusia, eksploitasi anak di bawah umur, dan kejahatan lainnya.

Landasan Hukum Prostitusi Online di Indonesia

Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki landasan kuat dalam menindak praktik prostitusi, termasuk yang terjadi secara daring. Beberapa peraturan yang relevan untuk menjerat pelaku prostitusi online antara lain:

  1. Pasal 296 KUHPPasal ini menyebutkan bahwa:"Barang siapa dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda."

    Pasal ini dapat digunakan untuk menindak pihak yang menyediakan platform, fasilitator, atau memfasilitasi praktik prostitusi online.

  2. Pasal 506 KUHPPasal ini mengatur bahwa:"Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun."

    Artinya, mucikari atau pihak yang mengambil keuntungan dari prostitusi online dapat dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline